Disinyalir Ada yang Main Dua Kaki, DPR Soroti Pembatalan Mutasi 7 Perwira TNI

JAKARTA – Pembatalan mutasi tujuh perwira tinggi TNI menuai kecurigaan banyak pihak lantaran baru pertama kali terjadi sepanjang republik ini berdiri. Terlebih lagi salah satu perwira tinggi yang batal dimutasi adalah anak mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, Letjen Kunto Arief Wibowo.

Mutasi itu kemudian dikaitkan dengan sikap Try Sutrisno yang mendukung pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. “Akhirnya muncul banyak spekulasi dan anggapan dari masyarakat. Karena enggak biasanya mutasi dibatalkan setelah ditetapkan,” kata anggota Komisi I DPR RI yang membidangi pertahanan, Oleh Soleh, Selasa (6/5/2025).

Mutasi jabatan yang memicu polemic tersebut tertuang dalam surat Keputusan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto Nomor Kep/554/IV/2025 tanggal 29 April 2025. Total ada 237 perwira tinggi TNI yang dirotasi.

Salah satunya jabatan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I. Jabatan ini semula diduduki Letjen Kunto Arief Wibowo, yang merupakan putra Wakil Presiden RI periode 1993-1998, Try Sutrisno. Letjen Kunto Arief dirotasi ke jabatan Staf Khusus KSAD. Belakangan mutasi ini direvisi.

Kang Oleh, sapaan akrab Oleh Soleh mengatakan, dirinya cukup kaget ketika mutasi perwira tinggi dibatalkan hanya selang beberapa hari setelah ditetapkan. Tentu, hal itu tidak lazim dan menimbulkan tanya di tengah masyarakat.

“Tentu ini tidak baik untuk TNI. Citra TNI jadi buruk, karena banyak masyarakat yang menduga adanya kepentingan politik dalam proses mutasi,” papar legislator asal Dapil Jawa Barat XI itu.

Kang Oleh mengatakan, jangan sampai ada intervensi politik dari luar dalam proses mutasi. Rotasi prajurit harus betul-betul dilakukan karena kepentingan organisasi TNI, agar kinerja lembaga semakin baik. Jadi, bukan karena permintaan orang lain.

Dia menegaskan bahwa prajurit TNI harus memiliki loyalitas tunggal kepada negara, bukan kepada orang lain. Secara hirarki, petinggi TNI harus tunduk kepada presiden. Jadi, mereka tidak boleh bermain dua kaki atau memiliki loyalitas ganda. Yaitu, mengikuti perintah presiden, tapi di sisi lain juga mengikuti keinginan politik pihak lain. Petinggi TNI harus mengetahui siapa yang menjadi atasan mereka.

“Kepentingan politik dari luar jangan sampai merusak TNI. Ini sangat penting diperhatikan, terutama bagi perwira tinggi TNI,” Kang Oleh mengingatkan.

Untuk itu, Kang Oleh meminta agar pembatalan mutasi perwira tinggi menjadi pelajaran dan bahan evaluasi agar tidak terjadi persoalan yang sama. Mutasi harus betul-betul dilakukan untuk perbaikan dan peningkatan kinerja organisasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *