Guru Besar Unisda: Kenaikan Gaji Hakim Harus Jadi Pagar dari Godaan

LAMONGAN – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Darul ‘Ulum (Unisda) Lamongan, Prof. Dr. M. Afif Hasbullah, menyambut baik kebijakan Presiden menaikkan gaji para hakim hingga 280 persen.

Prof Afif menyatakan peningkatan gaji hakim ini adalah kebijakan strategis yang menunjukkan keberpihakan negara terhadap pentingnya peran peradilan sebagai pilar utama tegaknya keadilan dan hukum.

“Ini adalah langkah positif dan penting untuk memperkuat dan menjaga martabat hakim di hadapan hukum dan masyarakat. Kesejahteraan yang layak akan mendorong para hakim untuk lebih fokus pada tugas mulianya tanpa gangguan persoalan ekonomi yang mungkin dihadapi,” ujarnya di Lamongan, Selasa (17/6/2025).

Namun Prof. Afif menegaskan, peningkatan gaji ini tidak boleh dilihat semata sebagai insentif material, melainkan sebagai panggilan untuk meningkatkan kualitas moral dan integritas para hakim. Ia mendorong para hakim benar-benar memanfaatkan momentum ini untuk menjauhi segala bentuk perilaku koruptif, serta menjaga diri dari pelanggaran etika dan moral yang merusak marwah lembaga peradilan.

Dalam konteks itu, Plt. Ketua PW Ikatan Sarjana NU Jawa Timur ini juga menilai bahwa kebijakan ini merupakan kesempatan emas untuk memperkuat sistem pengawasan hakim yang selama ini dinilai masih lemah dan kurang sinergis. Ia mendorong adanya kolaborasi yang lebih erat antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

Menurutnya, sudah saatnya kedua lembaga ini membangun sistem pengawasan bersama yang transparan, objektif, dan menjangkau seluruh tingkatan pengadilan. Sinergi antara KY dan MA akan menciptakan sistem yang saling melengkapi. Apalagi dengan kenaikan gaji ini, ekspektasi publik terhadap integritas hakim akan meningkat tajam.

Lebih lanjut, Prof. Afif mendorong pemerintah tidak hanya berhenti pada peningkatan kesejahteraan, tetapi juga Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk makin bersinergi menjalankan pengawasan dan pembinaaan hakim sesuai tugas masing-masing lembaga negara tersebut. Hal ini untuk memastikan setiap hakim benar-benar menjunjung tinggi etika, independensi, kejujuran, dan keadilan dalam memutus perkara.

Ia mengapresiasi peran masyarakat sipil, media, dan kalangan akademik  yang selama ini telah membangun budaya kontrol publik terhadap institusi peradilan. Dengan pengawasan yang terbuka dan partisipatif, akan tumbuh kepercayaan publik bahwa hakim memang menjadi representasi keadilan suatu negara.

“Gaji besar harus menjadi pagar dari godaan, bukan menjadi topeng bagi perilaku menyimpang. Ketika hakim sudah diberi penghormatan oleh negara, maka pelanggaran etika dan suap bukan lagi sekadar pelanggaran hukum, tapi pengkhianatan terhadap kepercayaan publik,” ujar Prof. Afif.

“Kenaikan gaji hakim, ditambah dengan pengalaman pahit dari deretan kasus suap yang pernah terjadi, adalah panggilan untuk berbenah. Ini momentum membangun generasi hakim yang bukan hanya cerdas secara hukum, tetapi juga kuat secara moral dan berwibawa secara etis. Sebab hanya hakim yang bermartabatlah yang mampu menegakkan keadilan yang sesungguhnya,” tegas Prof. Afif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *