TANGERANG – Upaya mewujudkan Generasi Emas 2045 penuh dengan tantangan. Jika salah penanganan, alih-alih meraih bonus demografi, Indonesia akan panen masalah sosial. Betapa tidak, remaja hari ini harus mampu bertahan dari jerat seks bebas, penyalahgunaan narkoba, pernikahan dini hingga godaan kecanduan gawai.
Soal tantangan yang terakhir ini, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag, M.Pd bahkan menyebut gawai telah menjadi keluarga baru para remaja Indonesia.
“Sekarang anak-anak remaja ini kedatangan keluarga baru. Keluarga baru kita namanya handphone. Itu sekarang sudah jadi keluarga,” ujarnya saat berdialog dengan para remaja yang tergabung dalam GenRe (Generasi Berencana), PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja), Saka Kencana, dan organisasi remaja lainnya di Kabupaten Tangerang, Banten, beberapa waktu lalu.
Survei Databoks mencatat durasi rata-rata penggunaan handphone di Indonesia mencapai 6,05 jam per hari. Sebagai perbandingan, di sebagian negara maju seperti Australia, Jepang dan Amerika, penggunaan handphone kini sudah dibatasi. Media sosial di negara Kanguru itu baru boleh diakses oleh anak berusia 16 tahun dan di Amerika 14 tahun. Sementara di Jepang, durasi penggunaan handphone telah dibatasi maksimal dua jam per hari.
Wihaji mengatakan, penggunaan handphone yang terlalu masif di usia remaja dapat menjadikan generasi muda semakin rentan terhadap ancaman siber. “Teknologi diciptakan untuk membantu, jangan sampai kita yang dikuasai teknologi, kita yang harus menguasai teknologi. Kalau enggak hati-hati, handphone bisa menjadi masalah baru,” Wihaji mengingatkan.
Ada banyak masalah yang dapat terjadi akibat penggunaan handphone yang berlebihan. Salah satunya terkait kasus pornografi anak di ruang anak. Mengacu dari survei National Center on Missing and Exploited Children (NCMEC), Indonesia saat ini menempati peringkat keempat secara global dan peringkat kedua di kawasan ASEAN dalam jumlah kasus pornografi anak di ruang digital.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI menciptakan regulasi untuk melindungi anak di ruang digital tanpa menghilangkan hak berekspresi dan mengakses informasi sesuai usia. Maka, lahirlah Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).
Regulasi ini mengatur platform digital untuk menyediakan fitur yang sesuai dengan usia dan tingkat risiko anak, serta mewajibkan anak-anak dan remaja untuk menyaring konten di ruang digital yang berpotensi membahayakan. Walau begitu, Menteri Wihaji optimistis bahwa masyarakat Indonesia khususnya remaja memiliki prestasi yang luar biasa. “Etos kerja masyarakat Indonesia itu bagus. Oleh karena itu, saya optimis, saya yakin karena ini yang kita punya,” serunya.
Bila melihat angka dari 72 juta keluarga di Indonesia yang telah terdata oleh Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN dalam Pendataan keluarga, ada 36.601.145 yang memiliki anak remaja berumur 10-24 tahun.
Data ini penting karena mereka merupakan generasi yang akan menjadi Generasi Emas 2045. Ini berarti ada sekitar 36 juta remaja yang “orang tuanya” adalah handphone. “‘Orang tua’ mereka handphone. Karena HP sangat mempengaruhi algoritma. Mereka lebih mendengarkan apa yang didengarkan di media sosial daripada yang dikatakan orang tua,” urainya.
Menurut Wihaji, remaja adalah bagian dari generasi emas 2045, seperti emas, remaja Indonesia sedang ditempa agar bernilai tinggi. “Mencari emas, susah. Cara mendapatkan emas tidak gampang, tapi kalau sudah jadi emas, ditempel di mana-mana laku. Remaja-remaja hari ini adalah bagian yang akan kita didik jadi emas. Teman-teman adalah bagian dari emas, makanya ditempa. Ada yang masuk ke GenRe, PIK-R, di dunia organisasi, profesi, ini baru terpaan kecil,” ujarnya.
Melanjutkan, Wihaji menyampaikan isu krusial yang harus dipahami dan dihindari sejak dini.
1. Pernikahan Dini
Para remaja didorong untuk tidak terburu-buru menikah sebelum usia matang. Pernikahan di usia yang terlalu muda dapat berisiko tinggi terhadap kesehatan ibu dan anak serta potensi terjadinya stunting. Usia ideal pernikahan yang direkomendasikan Kemendukbangga/BKKBN adalah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.
2. Seks Bebas
Perilaku seks bebas membawa konsekuensi serius, mulai dari kehamilan yang tidak diinginkan, risiko infeksi menular seksual (IMS), hingga dampak sosial yang sulit diperbaiki. Oleh karena itu, edukasi tentang kesehatan reproduksi remaja (KRR) kini menjadi salah satu program prioritas.
3. Penyalahgunaan Narkoba
Napza bukan hanya merusak fisik dan mental, tetapi juga masa depan. Oleh karena itu, para remaja diharapkan dapat menjauh dari penyalahgunaan zat adiktif dan menumbuhkan pola hidup sehat dan produktif.
Wihaji menyampaikan bahwa ketiga isu ini juga ancaman kecanduan gawai harus menjadi perhatian utama generasi muda agar mereka bisa tumbuh sebagai generasi tangguh. “Tiga hal itu saya minta ke teman-teman GenRe supaya bisa mengampanyekan ke teman-teman yang lain. Sebab, merekalah generasi masa depan yang akan membangun bangsa,” pintanya.
Akhir kata, Wihaji mengingatkan para remaja sebagai pemegang estafet masa depan Indonesia 2045 agar terus optimistis dalam merencanakan dan menata kehidupan ke depan. “Kalian bukan cuma masa depan, tetapi kekuatan masa kini. Jangan hanya ngomong, tapi jadi contoh. Karena masa depan Indonesia ada di tangan kalian,” pesan Wihaji.