JEMBER – Kasus-kasus tragis akibat penyalahgunaan minuman keras terus menghantui masyarakat. Mulai dari pesta miras oplosan yang merenggut nyawa, tindak kekerasan yang meresahkan, hingga hilangnya generasi muda akibat ketergantungan miras.
“Banyak sekali tindakan-tindakan kekerasaan disebabkan oleh minuman keras, sehingga dalam Islam dianggap sebagai induk dari segala kejahatan,” ujar Ketua MUI Jember KH. Abdul Haris dalam dialog publik bertajuk “Penyakit Mabuk Miras, Adakah Solusinya?” di Gedung Soetardjo Universitas Jember.
Selain KH. Abdul Haris, dalam acara yang dibuka secara resmi Rektor UNEJ ini juga menghadirkan Widarto (Wakil Ketua DPRD Jember), Kompol Ferry Dharmawan (Wakapolres Jember), dan Fendi Setyawan (Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UNEJ) sebagai narasumber serta Bagus Supriadi, jurnalis sebagai moderator.
Dalam kesempatan ini Wakapolres Jember, Kompol Ferry Dharmawan, mengamini pernyataan KH Abdul Haris di atas. Dia menjelaskan dalam rentang waktu tahun 2024 hingga Februari 2025, cukup banyak kasus miras yang terjadi di Jember.
“Kita mengungkap 129 kasus mabuk miras. Dari sisi usia tersangka, kelompok usia 18-25 tahun mendominasi dengan 73 orang, disusul oleh kelompok di bawah 18 tahun sebanyak 33 orang, serta 23 orang berusia di atas 25 tahun. Adapun jenis minuman keras yang paling banyak ditemukan adalah alkohol Kuku Bima dengan 102 kasus, diikuti oleh arak sebanyak 25 kasus, dan anggur merah sebanyak 2 kasus,” katanya.
Sementara Iwan Taruna dalam sambutannya menyampaikan bahwa dampak penyalahgunaan miras yang begitu berbahaya ini harus segera ditangani bersama dengan sinergi.
“Di Indonesia lebih mengedepankan masyarakat sosial yang holistik, yaitu menyadari bahwa isu penyalahgunaan miras ini akan berdampak pada masyarakat sekitar,” jelasnya.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fendi Setyawan menegaskan bahwa kampus memiliki peran strategis dalam membentuk kesadaran mahasiswa dan masyarakat terhadap bahaya miras.
“UNEJ ikut berperan dalam pencegahan miras melalui sosialisasi dan edukasi tentang bahaya miras dan narkotika bagi mahasiswa. Selanjutnya, UNEJ menerapkan Kode Etik Mahasiswa yang melarang membawa, mengedarkan, memperdagangkan, dan mengonsumsi miras maupun narkoba,” ucapnya.
Untuk mendukung kesehatan mental mahasiswa, UNEJ juga membentuk Pusat Layanan Konseling guna menangani berbagai permasalahan yang mereka hadapi. Selain itu, UNEJ membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan perguruan tinggi sesuai dengan amanat Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024.
Adapun Wakil Ketua DPRD Jember, Widarto menyampaikan bahwa Pemerintah Kabupaten Jember telah memiliki regulasi tentang miras serta memberikan porsi anggaran yang cukup untuk pemberantasan peredaran miras ilegal.
“Akar masalah dari miras ini adalah ekonomi, pendidikan, serta sosial. Dari sisi regulasi, Jember telah menerbitkan banyak sekali menerbitkan Undang-Undang sendiri. Kita juga mengimbau para orang tua supaya mengayomi anak-anak sehingga tidak lari ke hal-hal negatif,” ujar Widarto.