KEDIRI – Pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri, KH. Abdurrahman Al Kautsar atau Gus Kautsar menyerukan taubat ekologis agar bencana serupa seperti yang terjadi di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara tak terulang lagi.
Dia menegaskan bencana banjir dan longsor yang menelan ratusan korban jiwa tersebut tak lepas dari praktik pembalakan liar dan eksploitasi alam berlebihan.
“Banyaknya pembalakan liar, pengerukan tambang ilegal, dan pemotongan pohon tanpa aturan membuat saudara-saudara kita menerima dampaknya. Hutan-hutan dihabisi tanpa memikirkan keamanan alam dan lingkungan,” tegasnya saat mengisi pengajian rutin Teras Gubuk, Rabu (3/12/2025).
Gus Kautsar mengingatkan bahwa tindakan merusak alam adalah pelanggaran terhadap prinsip dasar ajaran Islam. Ia mengutip hadits bahwa seorang Muslim sejati adalah mereka yang mampu menghadirkan rasa aman bagi sesama, bukan justru membawa kerusakan.
“Semua kehancuran di darat dan laut yang kita lihat hari ini karena perbuatan kita sendiri. Dampaknya dirasakan supaya kita sadar bahwa apa yang dilakukan benar-benar luar biasa merusak,” tuturnya.
Dengan bahasa tegas, Gus Kautsar menyebut kerakusan sebagai akar seluruh bencana. Ia mengutip Sayyidina Ali RA yang menyatakan bahwa sifat rakus adalah sumber segala keburukan, bahkan merupakan akhlak dasar iblis.
“Siapapun yang merasa nyaman mengambil hak orang lain, merusak hutan, atau menguasai yang bukan miliknya, berarti ia sedang meniru watak iblis,” kata Gus Kautsar.
Ia juga menyinggung ketidakadilan ekologis yang terjadi. “Yang melakukan pembalakan liar orangnya di mana, yang mengambil kebijakan duduk ngopi di mana, tapi yang kena musibah saudara-saudara kita di mana. Itu zalim kepada orang lain,” tegasnya.
Dalam konteks kerusakan yang kian masif, Gus Kautsar mengajak seluruh elemen bangsa melakukan taubat ekologis — sebuah sikap moral kolektif untuk menghentikan kerusakan, memperbaiki hubungan dengan alam, dan kembali pada prinsip keberlanjutan.
Salah satu wujud pertaubatan itu, kata Gus Kautsar, pemerintah harus melakukan langkah tegas termasuk reboisasi besar-besaran. Ia menekankan bahwa penghijauan harus menjadi prioritas setelah kerusakan masif yang terjadi.
“Moga-moga pemerintah benar-benar segera melakukan penghijauan kembali. Reboisasi harus dilakukan dengan sungguh-sungguh,” ujarnya.
Di akhir pesannya, Gus Kautsar mendoakan korban bencana di Aceh, Padang, Sibolga, dan berbagai wilayah Sumatera lainnya. Ia berharap mereka yang hilang segera ditemukan, para korban wafat mendapat ampunan, dan bencana ini menjadi yang terakhir bagi bangsa.
“Indonesia ini bangsa yang super istimewa, penuh anugerah Allah. Kita wajib menjaganya sebagai bentuk syukur,” tutupnya.
Berdasarkan data Rekapitulasi Terdampak Bencana yang ditampilkan Dashboard Penanganan Darurat Banjir dan Longsor Sumatera Tahun 2025 BNPB pada Kamis 4 Desember pagi, korban meninggal mencapai 776 orang. Kemudian, jumlah korban hilang sebanyak 564 orang di tiga provinsi dan 2.600 orang luka-luka. Sementara, total warga terdampak banjir besar di Aceh, Sumut, dan Sumbar tembus 3,3 juta jiwa.
BNPB juga melaporkan dampak kerusakan akibat banjir di tiga provinsi di Sumatera tersebut. Infrastruktur yang rusak di Aceh meliputi 204 jembatan, 75 fasilitas pendidikan, 99 kantor, 48 rumah ibadah, dan 5.200 rumah.
Di Sumut, infrastruktur yang rusak meliputi 27 jembatan, 19 rumah ibadah, 1 fasilitas kesehatan, dan 2.400 rumah. Sementara di Sumbar, Infrastruktur yang rusak di antaranya 64 jembatan, 65 rumah ibadah, 8 fasilitas kesehatan, 1 kantor, 84 fasilitas pendidikan, dan 2.800 rumah.






