Pecat dan Hukum Berat Oknum PNS Terlibat Perdagangan Bayi ke Singapura

JAKARTA – Kasus perdagangan bayi lintas negara yang melibatkan oknum pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) memicu kecaman keras dari banyak pihak. Pelaku harus dipecat dan dijatuhi hukuman berat.

“Perdagangan bayi adalah bentuk kejahatan kemanusiaan yang tak bisa ditoleransi, apalagi jika melibatkan aparatur sipil negara yang seharusnya menjadi penjaga integritas sistem kependudukan,” tegas anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Indrajaya, Jumat (18/7/2025).

Menurutnya, keterlibatan pegawai Dukcapil Pontianak tidak hanya mencoreng nama baik institusi pemerintah, tetapi juga mengancam fondasi sistem administrasi kependudukan yang menjadi basis pelayanan publik.

Kasus ini terungkap berkat laporan dari seorang orangtua di Jawa Barat yang menduga anaknya telah menjadi korban penculikan. Dari laporan tersebut, pihak kepolisian melakukan penyelidikan dan berhasil membongkar jaringan perdagangan bayi terorganisir.

Polda Jawa Barat kemudian menangkap 13 tersangka, termasuk satu oknum pegawai Dukcapil. Mereka terlibat dalam sindikat perdagangan bayi yang menjual 24 bayi ke Singapura, dengan usia rata-rata antara 2 hingga 3 bulan. Para pelaku ini memiliki peran masing-masing, yakni perekrut awal, perawat bayi, penampung, pembuat dokumen palsu, hingga penyalur bayi.

Bayi-bayi tersebut dijual dengan harga bervariasi, tergantung kesepakatan antara pelaku dan ibu kandung bayi. Harga jualnya berkisar antara Rp 11 juta hingga Rp 16 juta per bayi. Dari 24 bayi yang dijual, enam di antaranya berhasil diamankan, sementara nasib 18 bayi lainnya masih belum jelas.

Modus operandi para pelaku adalah dengan menyasar ibu-ibu yang mengalami kesulitan ekonomi atau kehamilan di luar nikah. Pelaku kemudian menjanjikan “adopsi” kepada keluarga di luar negeri, terutama di Singapura, dengan dokumen kependudukan yang dimanipulasi menggunakan akses dari pegawai Dukcapil.

Sehubungan dengan kasus ini, Indrajaya meminta Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap struktur dan sistem pengawasan di lingkungan Dukcapil. Termasuk menggelar audit internal terhadap sistem pengelolaan data, akses sistem SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan), serta kontrol terhadap pencetakan dokumen penting seperti KTP, akta lahir, dan KK.

“Ini harus menjadi momentum perbaikan total. Jangan sampai ada celah hukum dan sistem yang dimanfaatkan oknum untuk kepentingan kriminal,” katanya.

Sebagai anggota Komisi II yang membidangi urusan pemerintahan, otonomi daerah, dan administrasi kependudukan, Indrajaya menekankan bahwa integritas ASN di Dukcapil adalah kunci kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik.

“Kita sedang mendorong digitalisasi layanan dan keterbukaan data. Tapi jika integritas aparatnya bobrok, maka sistem secanggih apapun akan mudah disusupi. Ini harus disikapi serius,” pungkasnya.

Para pelaku, termasuk oknum Dukcapil, kini dijerat dengan Pasal 83 dan 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp3 miliar. Polisi juga masih mendalami kemungkinan adanya jaringan internasional dan aliran dana lintas negara dalam kasus ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *