JEMBER – Generasi Z atau milenial pasti sudah tak asing dengan istilah leasing, pinjaman daring, pay later atau yang lebih tradisional fasilitas pegadaian. Namun sayangnya belum banyak yang paham secara mendalam apa, bagaimana dan fungsi lembaga pembiayaan tersebut, sehingga alih-alih mendapat manfaat, banyak yang terjerumus.
Seperti problem kredit macet gegara penggunaan pay later tanpa mempertimbangkan kemampuan finansial. Saat ini OJK tengah menyusun kebijakan bagi pengguna pay later, seperti batas usia hingga minimal penghasilan pengguna pay later.
“Kuncinya dua L, pertama Legal. Pastikan legalitas lembaga pembiayaan yang dipilih dengan mengecek ke OJK. Kedua Logis, calon pengguna harus mengetahui manfaat, resiko, hak dan kewajiban, mekanisme transaksi hingga bagaimana jika ada masalah di kemudian hari. Jangan sampai Gen Z terlilit masalah dengan lembaga pembiayaan yang bisa berakibat di masa depan,” ujar Komisoner OJK sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, Prof. Agusman saat memberikan kuliah umum di Kampus Universitas Jember.
Prof. Agusman menyampaikan kuliah umum berjudul “Peran Lembaga Pembiayaan dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional” di gedung R. Soedjarwo (20/5/2025). Kuliah umum dihadiri mahasiswa dari tujuh PTN dan PTS yang ada di Jember.
Prof. Agusman menambahkan, dampak negatif di atas dalam kasus tertentu sangat disayangkan lantaran lembaga pembiayaan turut berperan dalam menggerakkan perekonomian Indonesia. Bahkan jika dimanfaatkan dengan baik bisa menjadi jembatan meraih cita-cita di masa depan bagi anak muda.
Dari data OJK di bulan Maret 2025, 742 lembaga pembiayaan di Indonesia telah mengucurkan pembiayaan sebesar Rp1.050 triliun. Dari jumlah tersebut sebesar Rp16,63 triliun disalurkan untuk pembiayaan kendaraan listrik yang diharapkan dapat menunjang program ekonomi hijau Indonesia.
Lembaga pembiayaan sendiri memiliki banyak bentuk dan karakteristik, mulai dari perusahaan leasing atau multi finance, modal ventura, hingga pembiayaan UMKM. Keragaman ini membuat OJK perlu ekstra kerja keras menyosialisasikan lembaga pembiayaan kepada masyarakat. Pasalnya lembaga pembiayaan terbukti turut mendorong perkonomian bangsa. Misalnya saja modal ventura yang banyak dipakai oleh usaha rintisan (start up) dalam mengembangkan usahanya.
Penjelasan Prof. Agusman didukung oleh paparan Kepala OJK Jember, M. Mufid. Dia memaparkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2025 yang dilakukan oleh OJK dan Badan Pusat Statistik, menunjukkan angka literasi keuangan masyarakat Indonesia adalah 66,64 persen, sementara angka inklusi keuangannya sudah mencapai 80,5 persen. Artinya banyak orang Indonesia yang sudah menggunakan fasilitas lembaga pembiayaan namun sayangnya belum dibarengi pemahaman yang baik mengenai apa dan bagaimana lembaga pembiayaan tersebut.
“Memang idealnya tahu dan paham dulu, baru memilih dan menggunakan lembaga pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan. Maka kami menggandeng kampus dengan cara menggelar kegiatan kuliah umum sebagai salah satu bentuk sosialisasi. Apalagi mahasiswa adalah agent of change,” kata M. Mufid.
Kegiatan kuliah umum yang melibatkan tujuh PTN dan PTS di Jember dibuka secara resmi oleh Rektor UNEJ. Dalam sambutannya, Iwan Taruna mengapresiasi OJK yang menggelar kuliah umum tentang lembaga pembiayaan bagi mahasiswa yang juga sekaligus Gen Z. Seperti yang diketahui anak muda saat ini hidup di era kecanggihan TIK yang menawarkan gaya hidup digital termasuk pemanfaatan fasilitas pembiayaan secara daring.
“Saya mendukung penuh kolaborasi dan sinergi antara OJK dengan dunia kampus, sebab mahasiswa harus punya literasi keuangan yang baik,” kata Iwan Taruna.