JAKARTA – Kasus kekerasan terhadap wartawan Tempo mewarnai aksi Hari Buruh di Semarang, Jawa Tengah. Ironisnya pelaku pembantingan disertai pemaksaan penghapusan rekaman video adalah oknum polisi.
Lantaran itu, anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKB Abdullah meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menindak tegas oknum polisi yang membanting Wartawan Tempo. Kekerasan terhadap jurnalis tidak boleh dibiarkan.
“Ini jelas ancaman bagi para wartawan. Mereka bekerja dilindungi undang-undang. Kekerasan terhadap wartawan harus dihentikan. Pelaku harus ditindak,” ucapnya, Jumat (2/5/2025).
Abdullah mengatakan, tindakan oknum polisi itu telah mengancam kebebasan pers. Sebab, oknum polisi itu telah melakukan kekerasan, dengan cara menarik, memiting, memukul, dan membanting Wartawan Tempo Jamal Abdun Nashr.
Padahal, kata Abdullah, Jamal sudah menunjukkan ID persnya, namun tetap saja sang wartawan ditarik dan dibanting. Bahkan, oknum polisi itu memaksa Jamal menghapus rekaman video di ponselnya. Jamal memang sempat merekam tindakan aparat yang tidak manusiawi terhadap peserta demo yang ricuh di Semarang, Kamis (1/4/2025).
Abdullah menegaskan polisi seharusnya tidak bersifat arogan. Mereka tidak boleh seenaknya melakukan tindakan kekerasan. Apalagi secara jelas wartawan itu sudah menunjukkan ID persnya.
Oleh karena itu, Abdullah meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memindak tegas oknum polisi yang telah melakukan kekerasan terhadap wartawan. Propam harus bertindak cepat melakukan pemeriksaan terhadap oknum polisi yang telah melakukan pelanggaran. “Ketegasan kapolri akan menjadi pelajaran bagi polisi yang lain agar tidak melakukan kekerasan,” bebernya.
Legislator asal Dapil Jawa Tengah VI itu berharap tindak kekerasan itu tidak terjadi lagi kepada para wartawan. Wartawan harus dilindungi dalam menjalankan tugasnya yang diatur khusus dalam undang-undang.
Pemerintah harus mempunyai perhatian serius terhadap kasus-kasus kekerasan yang terjadi kepada wartawan. Menurut Abdullah, kekerasan terhadap jurnalis sangat sering terjadi. Tentu, hal itu akan mengancam demokrasi di Indonesia, karena media adalah salah satu pilar demokrasi.
Menurut Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, terdapat 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan media sepanjang 2024. Kekerasan ini meliputi berbagai bentuk, mulai dari kekerasan fisik hingga serangan digital.
Kemudian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat 87 serangan terhadap jurnalis, media, dan narasumber sepanjang 2023. Komnas Perempuan juga mencatat peningkatan kasus kekerasan terhadap jurnalis, termasuk kekerasan berbasis gender yang dialami jurnalis perempuan.
“Harus ada gerakan nyata untuk melindungi wartawan dari tindak kekerasan. Kami berharap tidak ada lagi wartawan yang menjadi korban kekerasan,” pungkas Abdullah.