JAKARTA – 300 ribu ton beras berkutu sisa impor tahun 2024 menjadi kenyataan pahit betapa tata kelola pangan di bawah kordinasi Bulog masih belum tertata optimal. Disinyalir hal ini terjadi lantaran sejak awal tidak ada transparansi pengelolaan, sehingga beras tak terdistribusi.
“Bulog harus bertanggungjawab atas kerugian ini. Jangan sampai dengan dalih beras bisa difumigasi, lantas dianggap negara tidak merugi. Ini jelas kerugian karena tak layak dikonsumsi,” ujar anggota Komisi IV DPR, Hindun Anisah, Senin (17/3/2025).
Hindun menduga, hitungan riil beras berkutu dimungkinkan lebih dari 300 ribu ton di seluruh Indonesia. Hal itu, kata dia, karena di beberapa kantor wilayah dan cabang cenderung tidak transparan memberikan laporannya. “Bisa jadi lebih ini hitungannya. Bulog saja yang enggak transparan,” imbuhnya.
Hindun berharap, jajaran baru direksi Bulog melakukan perencanaan yang matang dan strategis. Sehingga, situasi tersbut tidak lagi terulang. “Ini peringatan! Jajaran direksi baru harus lebih jeli dan visioner agar tidak merugikan keuangan negara,” anggota Fraksi PKB dari daerah pemilihan Jawa Tengah 2 itu mengingatkan.
Ihwal adanya ratusan ton beras impor berkutu terungkap saat Ketua Komisi IV DPR, Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto melakukan kunjungan di Bulog Yogyakarta, beberapa waktu lalu. Dia pun menyesalkan temuan tersebut karena menurutnya rakyat berarti telah dibodohi.
“Kami meminta agar jajaran Kementan segera mengelola beras tersebut. Sebab jika dilepas ke pasar, beras itu sudah tentu tak layak untuk dijual,” ucapnya menanggapi janji Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, yang akan mengambil langkah pengendalian beras berkutu tersebut dan bahkan berjanji tidak akan mendistribusikan beras tersebut.
“Nanti ini kita akan bahas, biasanya kita keluarin. Tetapi tidak boleh untuk masyarakat, tidak boleh untuk SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) atau bantuan (sosial),” kata Amran, beberapa waktu lalu di Jakarta.
Yang berbeda justru Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi. Ia mengatakan, stok beras yang disebut berkutu di gudang Perum Bulog masih dapat dikonsumsi. Meskipun, kata dia, harus lewati proses fumigasi atau pengendalian hama. “Masih (bisa dikonsumsi), beras kutu itu artinya beras itu tidak mengandung chemical yang berlebihan,” dalihnya.