Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya dalam memerangi radikalisme dan menjaga persatuan bangsa dalam pidatonya pada peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-102 Nahdlatul Ulama (NU) di Istora Senayan, Jakarta, 05 Februari 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden mengapresiasi peran NU dalam sejarah perjuangan Indonesia, khususnya dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga persatuan nasional melalui pendekatan moderasi dan toleransi. Ia menekankan, keberhasilan suatu negara harus diperjuangkan dengan kerja keras, persatuan, dan moderasi.
“NU, bersama organisasi Islam lainnya seperti Muhammadiyah dan Persis, merupakan kelompok mayoritas yang mengedepankan pendekatan moderat, menyejukkan, serta saling menghormati dan melindungi semua umat lainnya,” ujar Presiden Prabowo.
Presiden juga mengingatkan seluruh aparat untuk setia kepada bangsa dan rakyat Indonesia. Ia menegaskan bahwa siapa pun yang tidak setia atau menghalangi kebijakan yang bertujuan membantu rakyat akan ditindak tegas. “Kesetiaan aparat kepada rakyat dan negara adalah harga mati,” katanya.
Pada kesempatan tersebut, Presiden juga membuka secara resmi Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2025. Ia mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersatu menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan melawan segala bentuk radikalisme yang berpotensi mengancam persatuan bangsa.
Acara ini turut dihadiri Wakil Presiden Gibran Rakabuming, Wakil Presiden Ke-13 RI Ma’ruf Amin, para duta besar, Menteri Kabinet Merah Putih, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Rais Aam PBNU Miftahul Akhyar, serta Sekretaris Jenderal PBNU Syaifullah Yusuf.
Menutup pidatonya, Presiden menegaskan kembali komitmennya untuk membangun pemerintahan yang bersih, bebas dari penyelewengan dan korupsi, serta berani mengoreksi diri demi kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia.
Menag: Kurikulum Cinta sebagai Vaksin Radikalisme
Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, dalam kesempatan berbeda, memperkenalkan konsep “Kurikulum Cinta” sebagai strategi mencegah radikalisme dan menumbuhkan toleransi sejak dini.
“Kurikulum ini bertujuan menanamkan nilai-nilai cinta kasih dan toleransi pada anak-anak, sehingga mereka tumbuh dengan pemahaman yang mendalam terhadap keberagaman,” ujar Menag Nasaruddin dalam Sarasehan Ulama NU.
Menag menekankan bahwa agama harus diajarkan dengan pendekatan cinta, tanpa menanamkan kebencian terhadap pihak yang berbeda keyakinan. “Setiap guru agama harus mengajarkan kebenaran agamanya tanpa membangun kebencian terhadap yang lain,” tuturnya.
Ia juga menyoroti bahwa toleransi sejati adalah kunci untuk menghindari provokasi dan menciptakan perdamaian dalam masyarakat. “Jika nilai-nilai cinta sudah tertanam sejak dini, generasi muda akan lebih sulit terpengaruh oleh pihak-pihak yang ingin memecah belah bangsa,” lanjutnya.
Kurikulum Cinta ini diharapkan menjadi fondasi pendidikan karakter yang lebih inklusif dan humanis, sejalan dengan visi pemerintah dalam membangun masyarakat yang harmonis dan berkeadilan.