JOMBANG – Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng kembali menunjukkan perannya dalam merumuskan solusi atas isu-isu global melalui perspektif fikih. Dalam gelaran Muktamar Turats Nabawi (MUTUN) pada Rabu-Kamis (10-11/12/2025), lembaga pendidikan ini secara khusus membawa empat masalah krusial di bidang lingkungan hidup ke dalam forum Bahtsul Masail. Tujuannya: menguji, mengkaji, dan merumuskan rekomendasi hukum yang progresif serta implementatif.
Empat Isu Utama yang Dibahas:
1. Hilirisasi Sumber Daya Alam: Mengurai Dampak Ekologis di Balik Klaim Ekonomi
Meskipun sering digembar-gemborkan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, MUTUN menyoroti aspek dampak ekologis dari kebijakan Hilirisasi Sumber Daya Alam. Forum Bahtsul Masail akan menganalisis bagaimana pandangan fikih terhadap kebijakan hilirisasi yang dinilai meninggalkan residu kerusakan lingkungan dalam skala besar dan mengancam keberlanjutan alam.
2. Menimbang Ulang UU Cipta Kerja dari Kacamata Perlindungan Lingkungan
Isu kedua berfokus pada Undang-Undang Cipta Kerja, regulasi yang sejak awal memicu kontroversi karena dianggap melemahkan mekanisme perlindungan lingkungan. Para santri dan pakar akan menelaah sejauh mana hukum Islam dapat memposisikan aturan yang dinilai memangkas peran penting publik, aktivis, dan masyarakat sipil dalam upaya pengawalan kelestarian alam.
3. Green Wakaf: Legitimasi Syariat untuk Konservasi Satwa Liar
MUTUN mengangkat topik Green Wakaf (Wakaf Hijau) yang relevan dengan transformasi pengelolaan wakaf modern. Diskusi akan berpusat pada dua pertanyaan mendasar:
* Keabsahan Syariat: Apakah wakaf untuk konservasi satwa liar, seperti pengkhususan tanah untuk pelestarian badak, sah secara syariat?
* Pemanfaatan Hasil: Bagaimana hukumnya jika masyarakat memanfaatkan hasil hutan dari tanah yang sudah diwakafkan untuk konservasi abadi?
Kejelasan hukum ini sangat krusial sebagai fondasi pengembangan model wakaf yang berorientasi pada kelestarian lingkungan.
4. Hifdzul Bi’ah: Status Menjaga Lingkungan dalam Lima Tujuan Pokok Syariat
Isu keempat menyentuh ranah filosofis, yakni mendalami gagasan Yusuf Al-Qardhawi tentang Hifdzul Bi’ah (Menjaga Lingkungan). Forum akan mengkaji:
* Apakah menjaga lingkungan layak diakui sebagai salah satu bagian dari Al-Kulliyyat Al-Khams (Lima Tujuan Pokok Syariat)?
* Apakah status Hifdzul Bi’ah sudah dapat dikategorikan sebagai kebutuhan primer (dharuriyyah) yang menuntut perhatian dan kebijakan serius dari negara?
Melalui pembahasan empat isu besar ini, Bahtsul Masail Tebuireng diharapkan tidak hanya menghasilkan kajian akademik yang mendalam, tetapi juga menawarkan arah baru bagi fikih lingkungan yang lebih responsif, kontekstual, dan mampu menjawab tantangan zaman secara konkret.






