Berkonsep Asrama, Sekolah Rakyat Rawan Tiga Dosa Pendidikan

JAKARTA – Jelang peluncuran Sekolah Rakyat di 100 titik di seluruh Indonesia, Kementerian Sosial diwanti-wanti memperhatikan potensi tiga dosa besar bidang pendidikan. Dengan konsep asrama, sekolah yang diperuntukkan untuk anak dari keluarga miskin itu berpotensi terjadi perundungan, kekerasan seksual, hingga intoleransi.

“Kami mendukung peluncuran sekolah rakyat. Hanya saja kami wanti-wanti agar jajaran Kemensos mengantisipasi terjadinya tiga dosa besar pendidikan yakni perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi. Apalagi konsep sekolah rakyat ini berbasis asrama,” ujar anggota Komisi IX DPR RI Neng Eem Marhamah, Selasa (1/7/2025).

Neng Eem mengatakan, ketiga dosa pendidikan itu memberikan dampak negatif bagi perkembangan anak dan menodai semangat pendirian Sekolah Rakyat.

“Untuk mendukung agar Sekolah Rakyat ini berjalan sesuai target dan tepat sasaran, kami minta tiga dosa dicegah agar tidak menjadi momok yang menakutkan yang mengancam masa depan anak bangsa dan mencederai semangat pendirian Sekolah Rakyat,” terangnya.

Sekolah Rakyat rencananya akan dimulai pada Juli 2025 dengan awal pendirian sebanyak 100 sekolah. Kemudian pada tahap selanjutnya juga tengah disiapkan 100 titik tambahan sesuai permintaan Presiden Prabowo, hingga mampu menampung 20 ribu murid lebih. Nantinya, Sekolah Rakyat ini akan bersifat boarding school tanpa dipungut biaya sedikitpun. Pelaksanaan Sekolah Rakyat ini ditargetkan diberikan kepada anak-anak kategori tak mampu yang tercatat berdasarkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Sosial (DTSEN).

Untuk melakukan pencegahan terhadap tiga dosa pendidikan tersebut, Neng Eem meminta dilakukan berbagai upaya yang melibatkan berbagai pihak meliputi pihak pemerintah, sekolah, murid dan wali murid. Sejak awal, kurikulum yang dibuat juga memasukkan nilai-nilai anti perundungan, kekerasan seksual dan intoleransi. Ketiga dosa pendidikan tersebut disosialisasikan kepada seluruh guru, murid dan wali murid untuk disepakati tak dilakukan.

Sekolah Rakyat, kata Neng Eem, juga harus menerapkan kebijakan demi kebijakan yang tegas menolak perundungan, kekerasan seksual dan intoleransi. Penerapan ini berarti apabila ada pelanggaran, maka pelaku harus mendapat sanksi atas perbuatannya.

“Tidak boleh ada tebang pilih atas pelanggaran yang dilakukan. Sekolah harus tindak tegas terhadap perilaku tiga dosa pendidikan ini. Jangan berusaha menutup-nutupi jika ada pelanggaran yang terjadi,” ungkapnya.

Neng Eem mengusulkan setiap Sekolah Rakyat dibentuk Tim Gerak Cepat untuk mencegah serta menangani perilaku tiga dosa pendidikan. Jadi apabila terjadi pelanggaran, Tim Gerak Cepat ini langsung bergerak cepat menindaklanjuti aduan dan penegakan sanksi.

“Kami tentunya berharap tidak terjadi tiga dosa pendidikan tersebut. Tapi jika terjadi pelanggaran misalnya adanya kasus perundungan, kekerasan seksual dan intoleransi, korban harus dipastikan mendapat perlindungan dan pendampingan untuk menghilangkan trauma atas peristiwa yang dialami,” katanya.

Sementara itu, dalam kesempatan berbeda, Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menyatakan pihaknya telah mengantisipasi potensi terjadinya perundukan, pelecehan seksual dan intoleransi di Sekolah Rakyat. Lantaran itu, Gus Ipul mengajak seluruh pihak turut mengawasi penyelenggaraan Sekolah Rakyat.

“Kita ingin pengawasan luar dan dalam supaya bisa mengawal Sekolah Rakyat. Bahkan, saya juga membuka akses pada siapapun untuk bisa turut mengawasi penyelenggaraan Sekolah Rakyat,” kata Gus Ipul.

Gus Ipul menekankan, pengawasan secara penuh akan dilakukan. Tidak hanya melibatkan berbagai pihak, tapi juga memanfaatkan teknologi. “Nanti kita juga mungkin melibatkan teknologi. Misalnya, seperti diperbanyak CCTV Dan lain sebagainya. Itu salah satu (upaya pengawasan),” urainya.

Selain itu, sambung Gus Ipul, langkah pengawasan juga dilakukan melalui kurikulum pembelajaran di Sekolah Rakyat. Kurikulum yang diterapkan mengacu pada kurikulum nasional, tetapi dengan penyesuaian yang dirancang khusus (tailor-made) agar lebih sesuai dengan konteks lokal dan kebutuhan masing-masing siswa. Dalam hal model pengelolaan, Sekolah Rakyat menggunakan sistem keluar- masuk ganda (multi-entry multi-exit).

“Jadi kurikulumnya memang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Lalu juga ada yang menarik, karena ini sekolah berasrama bagaimana pengawasan-pengawasannya supaya tidak terjadi hal-hal yang menyimpang,” tuturnya.

Ada tiga potensi penyimpangan yang dikenal dengan tiga “dosa” dunia pendidikan. Yaitu bullying atau perundungan, kekerasan seksual dan intoleransi. Semua ini telah diantisipasi agar tidak terjadi di Sekolah Rakyat.

“Nah, kita kerja sama dengan Kementerian Agama, kemudian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak ada di sini juga, termasuk KPAI kita ajak untuk membuat kurikulum-kurikulum dalam rangka untuk supaya mencegah hal-hal yang tidak boleh terjadi di dunia pendidikan,” ungkap Gus Ipul.

Lebih lanjut Gus Ipul menyebut, Kemensos beserta jajaran Tim Formatur Sekolah Rakyat juga memiliki tanggung jawab dalam hal membina, mengawal dan melindungi para siswa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *