JAKARTA – Jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia terus bertambah. Dengan demikian, Indonesia telah memasuki fase struktur penduduk tua atau ageing population.
Pada tahun 2021 jumlah penduduk lansia mencapai 10,82 persen dari total populasi, kemudian pada tahun 2024 meningkat menjadi 12 persen. Sementara berdasarkan data BPS jumlah penduduk Indonesia sebanyak 281,6 juta jiwa per Juni 2024. Adapun provinsi dengan persentase lansia tertinggi adalah D.I. Yogyakarta dengan persentase sebesar 16,28 persen dari jumlah penduduknya.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN) Dr. Wihaji, S.Ag, M.Pd menyatakan peningkatan jumlah penduduk lansia tak selamanya menjadi beban. Ageing Population sendiri dideskripsikan sebagai keadaan ketika proporsi dari penduduk yang berusia tua semakin banyak, namun masih produktif dan masih memberikan sumbangan bagi perekonomian negara.
“Peningkatan jumlah lansia dapat memberikan keuntungan jika dikaitkan dengan adanya bonus demografi,” katanya usai memberi penghargaan kepada Bupati Ogan Ilir, atas dukungan pelaksanaan Sekolah Lansia Tangguh dan Wisuda Akbar Sekolah Lansia Kabupaten Ogan Ilir di Gedung Pertemuan Serba Guna Komplek Perkantoran Terpadu Tanjung Senai, Sumatera Selatan pada Selasa, 14 April 2025.
Pada kesempatan ini Wihaji menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada seluruh pihak dan pemerintah daerah baik provinsi, kota, kecamatan dan kelurahan, serta mitra kerja yang telah berkontribusi dalam mewujudkan Lansia Berdaya (SIDAYA) dengan menghadirkan siswa sekolah lansia sebanyak 305 orang dari 7 sekolah lansia. Saat ini terdapat 6 Sekolah Lansia Standar I (S1) akan mewisuda 275 orang dan 30 orang siswa Sekolah Lansia BKL Nurul Persada yang akan melanjutkan pembelajaran ke Standar II (S2).
Wihaji menyebut Sumatera Selatan menduduki urutan ke-18 jumlah penduduk lansia di Indonesia, yaitu sebesar 10,23 persen. Ini artinya Sumatera Selatan sudah memasuki ageing population (BPS, 2024). Hal ini selaras dengan posisi Indonesia yang telah memasuki struktur penduduk tua yang ditandai dengan bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia).
Meski banyak pihak menganggap lansia akan menjadi beban, namun faktanya mereka juga memiliki peranan di dalam keluarga dengan tanggung jawab sebagai Kepala Rumah Tangga (KRT) yang tentunya berimplikasi pada aspek psikologi maupun ekonomi. Padahal seharusnya lansia dapat menikmati hari tua tanpa beban yang berat. Data BPS menyebutkan pada tahun 2024, sekitar 53,91 persen lansia merupakan KRT.
Di sisi lain semua mafhum bahwa Lansia termasuk dalam kelompok rentan yang sangat membutuhkan pendampingan anggota keluarga. Mereka juga tidak luput dari gangguan kesehatan mental. Penyebabnya biasanya karena para lansia seringkali merasakan kesendirian atau kekosongan. Kekosongan, misalnya karena anak-anaknya sudah tidak bersama lagi, sehingga akan membuat lansia merasa tidak diperhatikan.
Sisi kesehatan juga cenderung mengalami penurunan, di mana misalnya saat ini mengalami sakit, sehingga aktivitas yang dulu bisa banyak dilakukan, namun ketika lansia menjadi tidak bisa dilakukan. Inilah yang membuat lansia merasa tidak nyaman dengan keadaannya.
“Isu kesepian dan depresi juga banyak dialami lansia. Untuk menghindari kesepian, sangat penting bagi lansia memiliki teman, terutama keluarga dan lingkungan agar lansia bisa mencurahkan pikirannya dan memiliki kegiatan yang bervariasi. Untuk itu, Peran Kemendukbangga/BKKBN hadir dalam mewujudkan lansia yang berdaya yaitu lansia sehat, aman dan dapat berpartisipasi untuk keluarga, maupun masyarakat,” terang Wihaji.
Yang perlu menjadi perhatian bersama lagi adalah berdasarkan proyeksi penduduk, pada 2045 Indonesia akan memiliki penduduk lansia yang besar dibandingkan kelompok penduduk usia produktif. Peningkatan ini berpengaruh pada rasio ketergantungan di mana pada 2024 saja, rasio ketergantungan lansia sebesar 17,76 persen, artinya satu orang lansia didukung oleh 6 penduduk usia produktif.