SURABAYA – Sehubungan dengan uji coba penerapan sistem Multi Lane Free Flow (MLFF) secara bertahap pada jalan tol di seluruh Indonesia, Pusat Kajian Infrastruktur Strategis (PUKIS) menyatakan dukungan penuh terhadap rencana penerapan sistem nontunai dan nirsentuh tersebut.
“MLFF merupakan lompatan baru di sektor jalan tol nasional. Sistem ini dapat menjadi solusi atas permasalahan antrean dan kepadatan kendaraan yang selama ini sering terjadi di gerbang tol. Waktu transaksi akan berkurang secara signifikan sehingga waktu tempuh perjalanan secara umum juga dapat terpangkas,” ujar Direktur Eksekutif Pusat Kajian Infrastruktur Strategis (PUKIS) M. M. Gibran Sesunan melalui siaran pers.
Selain manfaat lalu lintas, PUKIS mengemukakan kelebihan penerapan MLFF dari sisi lingkungan hidup. Berdasarkan studi di sejumlah negara, MLFF dapat mengurangi polusi udara secara signifikan, khususnya di gerbang tol dan sekitarnya yang selama ini menjadi titik konsentrasi polusi terparah di jalan tol.
Namun demikian, terlepas dari berbagai manfaat tersebut, terdapat beberapa catatan agar penerapan MLFF dapat berjalan dengan baik.
Pertama, penerapan MLFF sangat bergantung pada kejujuran pengguna karena cenderung menggunakan honesty system atau honor system. Sebagai contoh, pengendara dapat dengan mudah memasuki jalan tol tanpa membayar tarif, atau lazim diistilahkan sebagai “kebocoran” (leakage) dalam operasional jalan tol. Untuk itu, kerangka hukum untuk pencegahan maupun penindakan perlu dipersiapkan dengan baik, didukung dengan sosialisasi yang masif oleh pemerintah dan badan usaha jalan tol (BUJT).
Kedua, studi di negara-negara lain menunjukkan bahwa angka kecelakaan setelah menerapkan MLFF menjadi lebih rendah dibandingkan sebelum mengimplementasikan sistem ini, terutama karena tidak ada lagi antrean pembayaran di gerbang tol sehingga kejadian tabrak belakang dapat berkurang. Namun, PUKIS mengingatkan bahwa potensi kecelakaan justru dapat bergeser dari gerbang tol ke lokasi lainnya mengingat karena pengendara bisa terus melaju, yang mungkin dapat mengurangi kesiapsiagaan dan kehati-hatian pengendara.
Ketiga, pemerintah perlu mengantisipasi potensi kekacauan yang mungkin terjadi saat uji coba penerapan MLFF. Mengingat sistem ini belum dikenal secara luas oleh masyarakat, pengendara mungkin tidak siap dengan perangkat teknologi yang harus digunakan saat berkendara di jalan tol. Akibatnya, keributan di lapangan antara petugas dengan pengendara serta tersendatnya lalu lintas karena banyaknya kendaraan yang diberhentikan mungkin akan terjadi. Pada akhirnya, hal ini dapat menghambat mobilitas masyarakat, mengganggu kelancaran sistem logistik nasional, serta berdampak negatif dari sisi sosial dan politik secara luas.
Gibran menuturkan, Indonesia telah memiliki pengalaman yang mirip saat peralihan dari transaksi tunai ke nontunai di jalan tol yang notabene berjalan sukses. Pengalaman ini dapat dicontoh untuk memastikan penerapan MLFF dapat berjalan dengan lancar serta memberikan hasil yang maksimal.
“Keputusan untuk menerapkan MLFF secara bertahap merupakan langkah bijak. Dengan begitu, pemerintah dapat menguji, mengevaluasi, sekaligus memberikan kesempatan bagi seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat untuk beradaptasi terhadap sistem baru ini,” kata Gibran.