SURABAYA- Terdakwa penggelapan uang perusahaan di tuntuk oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan 4 tahun kurungan penjara. Mendengar tuntutan JPU, Moch Ibrahim, 35, Warga Jalan Ngagel Mulya XI tak kuasa menahan airmatanya .
Selama menunggu sidang tampak wajah tegang dari terdakwa terlihat. Sambil terus membaca doa membuat terdakwa yang duduk dikursi pengunjung sidang sembari menunggu namanua dipanggil terlihat tertunduk.
Saat harus duduk dikursi persidangan, terdakwa terus tertunduk sambil mendengarkan JPU Cakra Yudha membacakan surat tuntutan. Dalam surat tuntutannya terdakwa Ibrahim dijerat dengan Pasal 378 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP. “Dengan ini terdakwa atas nama Moch Ibrahim dituntut 4 tahun kurungan penjara,” kata Cakra Yudha, Senin (26/9).
Ibrahim jadi pesakitan usai menggelapkan uang perusahaan sebesar Rp 269 juta yang akan digunakan untuk menikah kedua kalinya.
Tuntutan yang diajukan JPU itu cukup tinggi, yang membuat hakim ketua Ferdinandus meminta terdakwa untuk membuat pembelaan yang akan dibacakan Senin (3/10). “Kamu buat surat pembelaan ya, mengingat tuntutan kamu cukup tinggi,” ucapnya.
Usai sidang, JPU, Cakra Yudha mengatakan tuntutan tinggi itu diberikan lanataran terdakwa sebelumnya terjerat kasus serupa. “Dimana sebelumnya terdakwa divonis 9 bulan penjara,” kata Cakra.
Dimana terdakwa jadi pesakitan usai menggelapkan uang perusahaan sebesar Rp 269 juta yang akan digunakan untuk menikah kedua kalinya. Selain untuk menikah, Ibrahim juga menggunakan uang itu untuk Down Payment (DP) mobil, membeli jam tangan, gitar listrik, ponsel, dan keperluan pribadi sebesar Rp 20 juta. Selain itu juga untuk membayar utang di kartu kredit.
Kasus ini bermula dimana terdakwa yang bekerja di UD Performa Optima Komputindo Jalan Manyar Jaya. Dengan menjadi sebagai marketing atau sales yang bertugas menagih, menyiapkan dokumen proyek dan mencari order. Dalam perkara ini, terdakwa membuat order fiktif seolah-olah ada order dari pihak PDAM Surabaya dan Universitas Islam Negeri Malang. Terdakwa lantas mengetik order fiktif dari PDAM Surabaya, dengan cara terdakwa mendapat data untuk membuat Purchasing order (PO) fiktif dari saksi Sukarmin. “PDAM Surabaya saat itu sedang melaksanakan pengadaan barang alat kantor. Tetapi pengadaan yang mengerjakan adalah pihak lain,” kata Cakra Yudha di ruang sidang Garuda, PN Surabaya.
Hal serupa juga dilakukan terdakwa yang mencatut Universitas Islam Malang. Dalam pembuatan Purchasing Order (PO) terdakwa membuatnya secara asal-asalan. PO fiktif dari PDAM Surabaya diajukan 27 Pebruari 2015 dan PO fiktif dari Universitas Islam Negeri Malang diajukan 25 Juni 2015. Semua PO yang diterima Wiwik Yuliati staf bagian PO itu fiktif semua. Setelah itu perusahaan mengeluarkan dana sesuai pengajuan yang dilakukan oleh terdakwa.
Nilai untuk pembelian alat kantor fiktif di PDAM Surabaya mencapai Rp 126 juta dan proyek fiktif di Universitas Malang nilainya Rp 134 juta. Kedok terdakwa terbongkar setelah pimpinan perusahaan Carolina Wijaya mengecek di dua lokasi. Ternyata proyek yang diajukan terdakwa tidak ada.