JOMBANG : Di tengah isu dan rumor tak sedap tentang “jalur belakang” dalam rekrutmen abdi negara, kisah Brigadir Dr. Polisi Endy Satya, anggota Satlantas Polres Jombang, Jawa Timur, menjadi oase kejujuran yang menyejukkan. Endy, seorang polisi muda yang kini menyandang 14 gelar akademik—sebuah pencapaian yang “berjibel” dan langka—ternyata menyimpan fakta sederhana sekaligus mengharukan tentang awal karirnya di kepolisian pada tahun 2013 silam.
Fakta itu tak datang dari Endy sendiri, melainkan dari air mata haru dan pengakuan tulus sang ibunda, Tutuk Endang Kasmowati Ningsih.
“Dulu itu awalnya kami cuma jalan-jalan ke Surabaya,melihat ada baliho pengumuman masuk anggota Polri. Dia tertarik, dan mencoba daftar. Alhamdulillah, lolos tanpa uang sepeser pun.” kenang Tutuk, di kediamannya di Desa Plosogeneng, Jombang.
Namun, di balik kelulusan yang terkesan mudah itu, tersimpan kisah perjuangan batiniah dan lahiriah yang tulus dari keluarga sederhana. Tutuk, yang merupakan seorang pensiunan guru, membuka rahasia di balik keberhasilan Endy. Ia percaya, kesuksesan anaknya adalah buah dari ridha orang tua dan ikhtiar spiritual.
“Secara batiniah, kami rutin Puasa Senin-Kamis, dan juga puasa di hari kelahiran Endy,” ungkapnya.
Ketulusan doa itu diuji ketika rasa takut menyelimuti sang ibu. Kekhawatiran tak mampu membiayai sang anak untuk lolos lewat “jalur khusus” sempat membuat mereka berpikir untuk berutang. Mereka bahkan sudah menyiapkan uang hasil pinjaman bank senilai Rp 200 juta sebagai “dana cadangan” jika harus menempuh jalur tidak resmi.
“Tapi Alhamdulillah, uang itu tidak tersentuh sama sekali,” tutur Tutuk dengan mata berkaca-kaca. “Begitu tahu Endy lolos murni, uang itu kami gunakan untuk ibadah umroh sebagai wujud syukur.”
Kunci keberhasilan Endy lainnya, menurut ibunya, adalah usahanya sendiri dan pemahaman mendalam Endy terhadap kondisi keuangan keluarga.
“Pernah saat itu saya kasih uang Rp 200 ribu untuk keperluannya. Tapi tahu tidak? Uang itu malah awet hingga berminggu-minggu,” ujarnya, sambil menyeka buliran air mata yang jatuh di pipinya.
Semangat Endy semakin membaja karena keyakinan almarhum ayahnya. Ayah Endy teguh pada pendirian: tidak boleh ada jalan pintas atau “jalur belakang” untuk menggapai cita-cita. Dengan modal integritas dan usaha murni, Endy mampu bersaing dengan puluhan ribu peserta lainnya. Ia bahkan lolos di peringkat 200 besar saat pengumuman, yang membuat seluruh keluarga harus datang ke Bali untuk mengikuti pelantikannya.
Kini, ketika Endy menyandang belasan gelar akademik—mulai dari Strata 1 hingga Doktor, dan berbagai gelar profesi—Ibu Tutuk tersenyum dan menyebutnya sebagai jawaban dari doa masa lalu.
“Dulu, ada teman guru yang mengajak saya sekolah S-2, tapi karena keterbatasan biaya, saya jawab, ‘Biar nanti anakku saja yang sekolah setinggi langit’,” pungkasnya, kini dengan nada bangga.






