SUMENEP: Setelah melalui serangkaian diskusi dan penghitungan bersama pihak terkait, titik impas harga tembakau untuk tahun 2025 di Kabupaten Sumenep akhirnya ditetapkan.
Penetapan ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan harga yang realistis dan menguntungkan bagi petani.
Berdasarkan hasil perhitungan kolektif, harga tembakau per kilogram untuk beberapa jenis mengalami kenaikan signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Tembakau Gunung, yang pada tahun 2024 dihargai Rp 66.983 per kilogram, kini mengalami kenaikan menjadi Rp 67.929, dengan selisih Rp 946. Harga Tembakau Tegal juga mengalami peningkatan yang cukup besar, dari Rp 61.604 menjadi Rp 63.117, atau naik Rp 1.513.
Kenaikan yang paling kecil terjadi pada harga Tembakau Sawah, yang hanya naik sebesar Rp 46, dari Rp 46.142 menjadi Rp 46.188.
Menanggapi hal itu, Ketua Paguyuban Pengusaha Rokok Sumenep, H. Sofwan Wahyudi, menyambut positif penetapan TIHT tahun 2025. Menurutnya, kebijakan ini memberikan kejelasan harga dan menjadi bentuk nyata keberpihakan pemerintah kepada petani.
“Kami mengapresiasi langkah Pemkab Sumenep yang menetapkan TIHT lebih awal. Ini memberi kepastian bagi petani sekaligus bagi pengusaha rokok dalam merencanakan pembelian bahan baku. Dengan adanya acuan ini, kami bisa menghitung strategi produksi, sementara petani memiliki pegangan harga yang melindungi mereka dari permainan harga di lapangan,” jelasnya.
Ia menambahkan, komunikasi antara pemerintah, petani, dan pengusaha perlu terus diperkuat agar harga yang ditetapkan tidak hanya sekadar angka, tetapi juga bisa terimplementasi secara efektif di lapangan.
“Kami berharap pemerintah tidak hanya menetapkan TIHT, tetapi juga memastikan pengawasan di tingkat pembelian. Jangan sampai petani menjual di bawah titik impas karena faktor keterpaksaan atau permainan tengkulak,” tegasnya.
Ia juga menilai, stabilitas harga tembakau sangat memengaruhi rantai industri rokok lokal yang ada di Sumenep. Jika harga di tingkat petani terlalu rendah, kualitas tembakau akan menurun karena biaya produksi yang tidak tertutupi.
Sebaliknya, lanjut dia, jika harga wajar dan menguntungkan, kualitas bahan baku meningkat sehingga produk rokok lokal bisa bersaing.