Cak Imin Ingatkan Masyarakat Tak Mudah Tergiur Gaji Besar Kerja di Luar Negeri

MALANG – Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar mengingatkan masyarakat tidak mudah tergiur tawaran bekerja di luar negeri dengan iming-iming gaji tinggi yang tidak jelas sumbernya.

Pesan ini disampaikan Cak Imin, sapaan akrabnya, saat kunjungan kerja di Kabupaten Malang, yang merupakan salah satu daerah dengan jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) terbesar di Jawa Timur.

“Kami mengimbau masyarakat agar tidak mudah terjebak dengan tipuan kerja di luar negeri dengan gaji tinggi. Itu biasanya menjadi jebakan. Banyak yang tertipu, terutama lewat informasi tidak jelas di media sosial seperti Facebook,” ujarnya, akhir pekan kemarin.

Cak Imin juga menyoroti meningkatnya jumlah PMI yang berangkat ke negara-negara dengan kondisi sosial-politik yang tidak stabil, seperti Kamboja dan Myanmar. Menurutnya, banyak pekerja yang ternyata menjadi korban penipuan dan eksploitasi akibat informasi yang tidak valid.

“Negara seperti Kamboja dan Myanmar, daerah perbatasan yang rawan konflik harus dihindari sehingga masyarakat harus paham betul dan ini harus menjadi perhatian kita bersama,” tegasnya.

Sebagai langkah konkret, Cak Imin menyampaikan pemerintah pusat melalui Kemenko PM akan memperkuat sistem perlindungan dan pemberdayaan pekerja migran, khususnya di Malang.

Ia menegaskan pentingnya penyediaan informasi yang akurat serta pelatihan keterampilan dan bahasa sebelum masyarakat memutuskan untuk bekerja ke luar negeri.

“Kami akan berkoordinasi lintas kementerian dan bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi, untuk membentuk Migran Center di Malang. Ini penting agar proses dari hulu ke hilir, dari perekrutan hingga pemulangan PMI berjalan dalam satu sistem yang terintegrasi dan bermutu,” ungkapnya.

Dengan adanya Migran Center diharapkan semua proses migrasi tenaga kerja, termasuk riset, advokasi, dan pemberdayaan, bisa dilakukan secara transparan.

“Kita ingin Malang menjadi pusat globaltalent yang membanggakan Jawa Timur dan Indonesia. Untuk itu, sistem pemberdayaan PMI harus dimulai sejak dari desa, berlanjut sampai para pekerja kembali ke Tanah Air,” pungkasnya.

Di tempat berbeda, Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina, menyampaikan dukungannya terhadap gagasan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Abdul Muhaimin Iskandar dalam membangun Migran Center di Malang.

Menurutnya, kehadiran Migran Center akan memperkuat perlindungan bagi PMI sekaligus memperluas akses terhadap informasi ketenagakerjaan yang lebih komprehensif dan mudah diakses.

“Migran Center ini menjadi langkah konkret dalam memberikan perlindungan menyeluruh bagi PMI, mulai dari tahap persiapan, pelatihan, penempatan, hingga kepulangan. Sosialisasi informasi juga harus ditingkatkan agar para calon PMI memahami hak, kewajiban, serta potensi risiko di negara tujuan,” ungkap Arzeti di Jakarta, Senin (11/8/2025).

Lebih lanjut, Arzeti menekankan bahwa keberadaan Migran Center tidak boleh berhenti di Malang semata. Ia berharap model serupa bisa direplikasi di berbagai wilayah kantong PMI lainnya, seperti NTT, NTB, Kalimantan Barat, dan provinsi-provinsi lain yang selama ini menjadi titik besar penyaluran tenaga kerja migran.

“Daerah-daerah yang menjadi lumbung PMI harus menjadi prioritas pembangunan Migran Center. Ini penting untuk memastikan keadilan layanan, termasuk pelatihan keterampilan, bantuan hukum, serta perlindungan sosial yang merata bagi seluruh warga negara yang memilih bekerja di luar negeri,” tambahnya.

Namun demikian, Arzeti juga menyoroti pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap sistem penyaluran PMI yang selama ini masih menyisakan berbagai persoalan, mulai dari praktik perekrutan ilegal hingga lemahnya pengawasan terhadap perusahaan penyalur tenaga kerja.

Ia juga menyerukan komitmen lintas sektor baik dari pemerintah pusat, daerah, DPR, hingga masyarakat sipil untuk menjadikan PMI sebagai subjek pembangunan, bukan semata objek ekonomi.

“Pembangunan Migran Center jangan sampai menjadi proyek simbolik semata. Harus ada penguatan sistem, regulasi, dan sinergi antarlembaga, termasuk dengan pemerintah daerah. Fungsi pengawasan, pelaporan, dan penindakan harus jelas agar tidak hanya menjadi tempat informasi, tetapi juga menjadi pusat perlindungan nyata,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *