Musim peralihan belum usai. Tapi satu hal yang harus jadi perhatian kita semua adalah chikungunya. Penyakit ini diam-diam masih mengintai warga, terutama di Kota Tangerang. Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang, belum ada lonjakan kasus signifikan. Namun, masyarakat tetap diminta waspada.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang, dr. Dini Anggraeni, menegaskan, “Tak ada peningkatan kasus signifikan. Namun, antisipasi dan kewaspadaan tetap harus ditingkatkan, terutama memasuki masa peralihan ke musim kemarau.”
Cuaca dan Nyamuk: Kombinasi yang Patut Diwaspadai
Kita tahu, nyamuk bukan cuma bikin gatal. Ia bisa jadi perantara virus berbahaya, termasuk chikungunya. Dan saat cuaca tak menentu seperti sekarang, populasi nyamuk Aedes aegypti justru meningkat drastis.
Nyamuk ini senang berkembang biak di genangan air bersih. Sayangnya, air hujan yang tertampung di wadah-wadah terbuka menjadi tempat favorit mereka. Dan kalau sudah begini, risiko tertular virus chikungunya bisa melonjak tanpa disadari.
Mengenal Gejala Chikungunya Lebih Dekat
Chikungunya bukan flu biasa. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Gejalanya bisa muncul tiba-tiba dan membuat aktivitas harian terganggu total.
“Gejalanya antara lain demam tinggi mendadak, nyeri sendi hebat, ruam kulit, dan kelelahan,” jelas dr. Dini. Perlu dicatat, gejala ini bisa sangat mirip dengan demam berdarah, sehingga diagnosa medis sangat penting.
Program 3M Plus: Senjata Ampuh Lawan Chikungunya
Dinkes mengimbau masyarakat untuk menjalankan program 3M Plus secara rutin. Ini bukan sekadar slogan, tapi langkah konkret yang terbukti efektif mencegah penyebaran nyamuk.
1. Menguras
Kuras tempat penampungan air minimal seminggu sekali. Jangan tunggu nyamuk bersarang di sana.
2. Menutup
Tutup rapat semua tempat penyimpanan air. Sekecil apa pun lubangnya, bisa jadi jalan masuk nyamuk.
3. Mendaur Ulang
Barang bekas seperti botol, ban, dan ember tak terpakai bisa jadi sarang nyamuk. Segera manfaatkan atau buang dengan benar.
Plus
Gunakan larvasida, pasang kelambu, dan semprotkan anti-nyamuk. Kecil upayanya, tapi besar dampaknya.
Peran Aktif Puskesmas dan Masyarakat
Jangan andalkan pemerintah saja. Petugas puskesmas di setiap kecamatan memang sudah diarahkan untuk rutin memantau dan mengedukasi masyarakat. Tapi, kesadaran warga tetap jadi kunci utama.
“Kami mengajak masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan dan segera melapor ke fasilitas kesehatan terdekat jika mengalami gejala mencurigakan,” tambah dr. Dini.
Dengan kolaborasi erat antara tenaga medis dan warga, penyebaran chikungunya bisa ditekan.
Kenapa Chikungunya Perlu Jadi Perhatian Khusus?
Chikungunya memang belum menimbulkan kematian massal seperti COVID-19. Tapi, jangan remehkan dampaknya. Rasa nyeri di persendian bisa bertahan berbulan-bulan bahkan setelah demam hilang. Ini tentu mengganggu produktivitas dan kualitas hidup.
Lebih dari itu, saat penyakit ini menyebar secara luas, tenaga medis bisa kewalahan. Belum lagi beban ekonomi dari biaya pengobatan dan absennya masyarakat dari aktivitas produktif.
Edukasi yang Harus Terus Dilakukan
Penyakit berbasis lingkungan seperti chikungunya memang sulit diatasi tanpa peran aktif warga. Maka, edukasi harus terus berjalan, dari sekolah hingga RT/RW.
Anak-anak bisa diajarkan pentingnya menjaga kebersihan rumah. Remaja bisa diberi pemahaman soal bahaya genangan air dan peran nyamuk. Dan orang tua, tentu saja jadi garda terdepan dalam memastikan rumah tetap bebas dari potensi sarang nyamuk.
Apa Kata Ahli Epidemiologi?
Menurut dr. Bagus Hernowo, seorang epidemiolog dari Universitas Indonesia, “Wabah chikungunya biasanya muncul saat masyarakat lengah dan cuaca mendukung perkembangan nyamuk. Maka dari itu, penting menjaga kebersihan lingkungan sepanjang tahun.”
Ia juga menekankan bahwa pendekatan berbasis komunitas sangat efektif. “Jika satu lingkungan aktif membersihkan lingkungan secara rutin, potensi wabah bisa ditekan sampai 80%,” ungkapnya.
Harapan untuk Kota Tangerang dan Daerah Lainnya
Kota Tangerang memang belum mengalami lonjakan kasus. Tapi langkah antisipatif yang dilakukan sudah patut diapresiasi. Kota lain bisa mencontoh langkah ini, terutama saat menghadapi musim pancaroba.
Kesadaran kolektif adalah benteng pertama melawan penyakit. Dan dengan data yang transparan, edukasi yang konsisten, serta aksi nyata dari masyarakat, bukan mustahil kita bisa membebaskan diri dari ancaman chikungunya.
Penutup: Jangan Tunggu Terserang Baru Bertindak
Chikungunya bukan penyakit baru. Tapi kita tak boleh bersikap lama dalam meresponsnya. Mencegah jauh lebih murah dan mudah dibanding mengobati.
Mari jaga lingkungan. Bersihkan rumah. Edukasi keluarga. Gunakan obat anti-nyamuk. Laporkan jika ada gejala.
Karena chikungunya tak mengenal waktu. Ia hanya menunggu kelengahan kita.
Sumber: pcpafibengkalis.org