Jelang Muktamar Kebudayaan Nusantara 2025, Lesbumi Ingatkan tentang Nafas Sufistik

SURABAYA – Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) PWNU Jatim menyambut hangat digelarnya Lokakarya Pra- Muktamar Kebudayaan Nusantara 2025 di Wonopringgo, Pekalongan pada 28-29 Januari 2025 dan menyongsong Muktamar Kebudayaan Nusantara 2025 oleh Lesbumi PBNU.

Sehubungan dengan hal ini Ketua Lesbumi PWNU Jatim, Riadi Ngasiran mengingatkan pentingnya menengok sekaligus mempertimbangkan tradisi estetika Nusantara yang berakar pada nafas dan nilai-nilai sufistik.

“Kita bisa menilik kembali karya-karya sastra, suluk hingga puisi sebagai ekspresi yang telah berurat-berakar di bumi Nusantara. Suluk Wijil Sunan Bonang, tetembangan Sunan Kalijaga, hingga perdebatan Hamzah Fansuri dan Abdurrauf Singkily, terkait pelbagai ekspresi spiritual. Semuanya berakar pada nilai-nilai sufistik,” kata Riadi Ngasiran dalam keterangan pers, Rabu 29 Januari 2025.

Riadi Ngasiran, yang saat ini berada di Turki guna melakukan rihlah ilmiyah di negeri Penyair Sufi Maulana Jalaluddin Rumi, menyambut akan digelarnya Muktamar Kebudayaan Nusantara 2025 oleh Lesbumi PBNU dan mengingatkan lembaga Kebudayaan NU untuk lebih memperhatikan belbagai bentuk ekspresi seni di masyarakat yang berakar pada sufistik itu.

“Memang di masa lalu seni menjadi daya dorong untuk menarik perhatian masyarakat secara luas dalam mengembangkan dakwah. Namun, kini seni bisa menjadi wasilah untuk lebih mengajarkan pada nilai-nilai kebaikan dan menyebarkan di bumi,” tuturnya.

“Sebagaimana karakter seniman Muslim, yang melekat sikap dan aktualisasi diri secara jernih dan sublim, dengan menghasilkan karya sastra yang transenden, serta ekspresi kesenian lain yang lebih menekankan pada kesadaran religiusitas,” tutur Riadi Ngasiran, esais dan aktivis gerakan kebudayaan.

Saat ini ekspresi budaya yang ditunjukkan lewat kesenian tradisional di masyarakat masih tetap memperoleh dukungan. Hal itu menjadikan tradisi kesenian terus hidup dan menjadi ruang ekspresi di tengah perubahan.

Menurutnya, kebudayaan menjadi pengikat dan perekat masyarakat, khususnya umat Islam dari gempuran informasi dan paham-paham lain yang justru menjauhkan umat Islam dari masa lalunya. “Bila politik cenderung memisah, maka Kebudayaan menjadi perekatnya. Kita harus selalu memperhatikan pesan Kiai Hasyim Asy’ari dalam menjaga keutuhan dan persatuan di tengah perubahan dan kemajuan,” tuturnya.

Dalam Muqaddimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama, Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari, menyatakan:

“Sesungguhnya, sikap sosial, saling tolong-menolong, menjaga persatuan, kasih sayang dengan sesama adalah fakta yang tiada seorang pun tidak mengetahui manfaatnya. Bagaimana mau menolak, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun pernah bersabda: ‘Kuasa Allah bersama jamaah (persatuan). Maka dari itu, berpisah dari jamaah (persatuan), merupakan pintu masuk bagi setan-setan untuk memangsanya sebagaimana serigala yang memangsa kambing yang terpisah dari rombongannya’.”

Demikianlah KH Muhammad Hasyim Asy’ari, yang tetap harus menjadi perhatian kita bersama para aktivis Lesbumi Nahdlatul Ulama.

“Lesbumi Nahdlatul Ulama mengemban tugas menjaga nilai Islam aka Ahlussunnah waljamaah dan mengembangkan Kebudayaan Nusantara yang khas meneduhkan dan membahagiakan,” tutur Riadi Ngasiran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *