Di Depan Mahasiswa Baru UB, Menteri Wihaji: Presiden Sangat Fokus dengan Generasi Emas

MALANG – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Wihaji menegaskan Presiden Prabowo Subianto memberi perhatian besar terhadap anak muda untuk mewujudkan Generasi Emas 2045.

Penegasan ini disampaikan di hadapan ribuan mahasiswa baru Universitas Brawijaya (UB) Tahun 2025 di Gedung Samantha Krida UB, Kota Malang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

“Presiden sangat fokus dengan generasi emas dengan penerus masa depan Indonesia. Di dalam visi Indonesia emas ada empat isu, yaitu SDM unggul, Ekonomi yang maju, Pembangunan yang merata, dan Negara yang demokratis,” ujar Wihaji melalui siaran pers yang diterima Kabarjatim.com.

Dalam paparan bertajuk “SDM Unggul Indonesia Menghadapi Tantangan Nasional dan Global dalam rangka Menyongsong Indonesia Emas 2045” Wihaji menjelaskan bahwa bonus demografi adalah periode krusial untuk mencapai Pembangunan Indonesia Emas 2045. “Ini sebenarnya adalah kondisi ideal yang harus dimanfaatkan untuk mendorong kemakmuran penduduk,” tegasnya.

Lebih jauh Wihaji mengatakan, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN telah merumuskan pembangunan kependudukan berdasarkan siklus kehidupan. Sekaligus juga bentuk-bentuk intervensi prioritas yang harus dilakukan.

Pada balita 0-5 tahun, intervensi yang dilakukan berupa pemenuhan gizi dan pola asuh. Anak SD hingga SMP berusia 6 – 14 tahun juga dilakukan intervensi gizi dan jaminan sekolah. Kemudian bagi anak SMA – Nahasiswa berumur 15 hingga 21 tahun, intervensi berupa pembekalan skill/vokasi dan magang. Begitu pula pada usia Golden (22-54 tahun), diberikan pelatihan skill/vokasi dan produktivitas.

Sementara untuk usia silver (55-64 tahun), diberikan intervensi kesehatan dan persiapan pensiun. Terakhir, lansia berusia 65 tahun ke atas, intervensinya berupa penanganan kesehatan dan perlindungan sosial.

Melanjutkan, Wihaji juga mengatakan bahwa Kemendukbangga/BKKBN telah bertransformasi menjadi stimulator pembangunan manusia berbasis keluarga. Menempatkan keluarga di pusat kebijakan, menjahit titik-titik yang tercecer sebagai penghubung antarprogram dan antarlevel pemerintahan.

Selain itu, Kemendukbangga/BKKBN juga melaksanakan Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden, khususnya poin ke-4 dan ke-6, yakni memperkuat sumber daya manusia dan pengentasan kemiskinan. “Sementara fokus kementerian adalah pengendalian penduduk, menangani disparitas, persebaran serta tantangan dan peluang bonus demografi,” urainya.

Menjawab tantangan bonus demografi, Wihaji berujar, Kemendukbangga/BKKBN mempunyai lima quick wins. Masing-masing adalah Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (GENTING) dengan target 1 juta keluarga berisiko stunting (KRS) mendapat intervensi berupa pemberian bantuan nutrisi maupun non nutrisi. Ini merupqkan hasil kolaborasi kader posyandu, psikolog anak, Dokter Spesialis Anak, influencer parenting, LSM dan pemerintah daerah.

Quick wins berikutnya adalah Taman Asuh Sayang Anak (TAMASYA), dengan mengedepankan daycare unggul berstandarisasi, pengasuh tersertifikasi, terdapat psikolog anak dan dokter spesialis anak. Keberadaan daycare ini ditandai pula dengan adanya laporan tumbuh kembang anak setiap bulan. Didukung kolaborasi enam kementerian yang dilandasi Surat Edaran Bersama.

Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), adalah quick wins yang mengoptimalisasikan peran ayah dalam menjawab fenomena fatherless, ditandai adanya layanan konseling dan lahirnya konsorsium komunitas ayah teladan.

Lansia Berdaya (SIDAYA) adalah salah satu program quick wins yang menyediakan homecare berbasis komunitas untuk usia lanjut yang tidak mendapat perawatan oleh anak, pelayanan kesehatan gratis di puskesmas dan RSUD tanpa rujukan, dan pemberdayaan lansia sesuai kapasitas mereka dan lapangan kerja yang tersedia.

Terakhir, AI SuperApps tentang keluarga, berisi layanan A-Z pembangunan keluarga, konsultasi, pendataan keluarga, ketahanan kependudukan. Termasuk ketahanan usia produktif dan interoperabilitas lintas Kementerian/Lembaga.

Usai mengisi materi, Wihaji selanjutnya berdiskusi dengan jajaran Rektorat dan para Dekan Universitas Brawijaya membahas penurunan stunting di NTT.

“Kenapa stuntingnya tertinggi di Indonesia? Dulu 37,9% (2023), di 2024 masih 37, tapi tertinggi se Indonesia. Padahal NTT adalah sebuah pulau yang dikelilingi laut dengan banyak ikan di dalamnya. Protein juga lumayan, daun kelor juga lumayan,” tanya Wihaji.

Dia pun menyimpulkan bahwa salah satu alasan tingginya stunting di NTT adalah masalah perilaku. “Selain asupan gizi, pernikahan dininya lumayan. Mereka tidak mau mendengarkan pemerintah. Mereka lebih mendengar pastor, pendeta, dan tokoh agama lainnya.”

Ia berterima kasih pada Universitas Brawijaya yang telah mendukung penurunan stunting di NTT — satu-satunya provinsi yang tidak mendapatkan bonus demografi — dengan riset-risetnya. Ia pun menitipkan dua hal. “Satu, pengembangan sumber berdaya manusia. Dua, pengentasan kemiskinan.”

Wihaji juga mengapresiasi riset UB tentang penanaman jagung di NTT. Sebuah riset untuk mengetahui tanaman apa yang cocok dengan struktur tanah di NTT. Selain itu juga ada riset tentang pengembangan peternakan, khususnya di Sumba.

Pada kesempatan yang sama, Koordinator Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRPM) UB, Prof. Luchman Hakim, S.Si, M.Agr.Sc, Ph.D, memaparkan bahwa UB bersama Konsorsium Perguruan Tinggi telah membuat skema lima rencana aksi strategis untuk NTT dan NTB.

Yaitu, inovasi sosial dan kelembagaan; inovasi kesehatan dan lingkungan; inovasi pengelolaan pangan lokal bergizi; inovasi produksi bahan pangan bergizi; dan pengembangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *