Didampingi LBH Ansor, Warga Transmigran Demo Kementerian Transmigrasi Tuntut Keadilan 

JAKARTA – Perwakilan dari ratusan warga transmigran swakarsa mandiri asal Desa Agung Jaya, Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, berunjuk rasa di depan kantor Kementerian Transmigrasi (Kementrans), Kamis (26/6/2025). Mereka menuntut penyelesaian konflik agraria yang diduga ditunggangi mafia tanah.

Dalam aksinya, massa meneriakkan yel-yel menuntut keadilan. Sejumlah poster berisi aspirasi juga dibentangkan. Warga menilai bahwa negara, khususnya Kementerian Transmigrasi, memiliki tanggung jawab penuh untuk menyelesaikan konflik tanah ini secara adil dan transparan.

”Aksi ini merupakan bentuk keprihatinan mendalam warga terhadap ketidakpastian status lahan transmigrasi yang telah mereka tempati dan kelola selama puluhan tahun,” ujar advokat LBH GP Ansor Muhammad Hamzah yang mendampingi para demonstran.

Dia menjelaskan bahwa hak milik atas tanah merupakan bagian dari hak asasi, yang harus dilindungi oleh Negara. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang menentukan “Negara melindungi hak milik masyarakat dan tidak dapat diambil secara sewenang-wenang oleh siapapun.”

Atas hal tersebut, maka konflik tanah yang melibatkan sebanyak 218 kepala keluarga di atas lahan seluas 490 hektare, harus segera direspons untuk diselesaikan oleh pemerintah selaku perwakilan negara.

Konflik berawal dari klaim sepihak dari oknum yang diduga jaringan mafia tanah dengan menggunakan dokumen-dokumen yang tidak faktual. Sehingga konflik tanah ini menimbulkan keresahan sosial, ketidakamanan ekonomi, serta ancaman terhadap keberlanjutan hidup para transmigran dan keturunannya.

Aksi para transmigran yang datang jauh-jauh dari Musi Banyuasin murni untuk menuntut hak kepastian hukum atas tanah yang sudah dikelola selama ini. Tanah tersebut telah ditempati dan dikelola oleh warga transmigran sejak program transmigrasi digulirkan pada tahun 1990. Namun sampai hari ini belum ada kejelasan mengenai hak kepemilikannya. ”Bahkan muncul klaim dari pihak lain yang tidak pernah tinggal dan bukan bagian dari warga transmigran, dengan dasar hukum yang tidak jelas,” Hamzah menjelaskan.

Usai berorasi, massa aksi membacakan sejumlah tuntutan, yaitu: Perlindungan hukum bagi warga transmigrasi dan hak atas tanahnya; Pengusutan dugaan permainan mafia tanah yang menyebabkan munculnya tumpang tindih klaim kepemilikan; Pengembalian tanah transmigrasi yang diduga diserobot oleh perusahaan atau pihak ketiga tanpa persetujuan warga; Penerbitan atas hak kepemilikan dan Mengecam pihak-pihak yang menyerobot tanah warga transmigran; serta dialog terbuka antara perwakilan warga dengan pejabat Kementerian terkait untuk mencari solusi jangka panjang.

Aksi ditutup dengan doa bersama disertai harapan adanya penyelesaian yang adil atas hak-hak warga. Selanjutnya massa membubarkan diri secara tertib.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *