Dari Tambakberas untuk Indonesia, Ini Deretan Alumni yang Jadi Anggota DPR RI

JOMBANG – Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, telah memasuki usia dua abad. Banyak kontribusi yang sudah diberikan untuk Indonesia dari masa ke masa.

Kini alumni Tambakberas telah banyak mewarnai panggung politik nasional untuk menyuarakan aspirasi santri dan pesantren dari parlemen.

“Di PKB, bukan hanya saya yang alumni Tambakberas, ada Bu Ida Fauziyah, Mas Zainul Munasichin, Kiai Maman Imanulhaq, dan Nyai Hindun Anisah. Kami semua Insya Allah akan terus berkontribusi. Saya berharap ke depan lebih banyak lagi santri yang masuk parlemen agar kebijakan bangsa ini makin berpihak kepada pondok pesantren, kepada agama, bangsa, dan negara,” ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh yang akrab disapa Ninik dalam Talk Show Nasional 200 tahun Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Sabtu (25/10/2025).

Dalam kesempatan ini Ninik juga mengulas panjang lebar peran historis pesantren dalam perjalanan bangsa Indonesia, sekaligus menyerukan pentingnya penguatan peran santri di berbagai bidang kehidupan.

“Secara historis, peran pesantren itu luar biasa. Sejak pra-kemerdekaan hingga era reformasi sekarang, pesantren selalu hadir di garda depan perjuangan bangsa,” tuturnya.

Ia menjelaskan, pada masa pra-kemerdekaan, pesantren menjadi pusat pendidikan dan basis perjuangan rakyat melawan penjajahan. Momentum Resolusi Jihad 1945 yang dipelopori KH Hasyim Asy’ari menjadi bukti nyata betapa besar kontribusi pesantren terhadap lahirnya Republik Indonesia.

Di masa Orde Lama, pesantren tetap konsisten mencetak kader bangsa secara mandiri tanpa banyak intervensi negara. Sementara di era Orde Baru, pesantren mulai diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan nasional melalui berbagai kebijakan seperti pengakuan ijazah, serta kurikulum madrasah.

“Artinya, negara semakin mengakui eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berperan besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,” jelasnya.

Namun, Ninik mengaku prihatin terhadap masih banyaknya pihak yang tidak memahami hakikat dan perjuangan pesantren. Ia menyinggung kasus viral terkait tayangan Trans7 yang dinilai menistakan pesantren.

“Ketika saya melihat itu, saya sungguh kecewa. Ya Allah, segininya orang-orang itu menilai pesantren. Saya sudah biasa di-bully, tapi ketika para masyayikh dan pesantren dihina, darah saya mendidih,” tegasnya.

Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa itu mengungkapkan, setelah menyerukan agar dilakukan audit internal dan eksternal terhadap Trans7, ia justru menjadi sasaran serangan digital.

“Nomor HP saya di-hack, disebar ke seluruh Indonesia, ribuan WA berisi caci maki masuk dalam sehari. Tapi semua itu justru menunjukkan masih banyak orang yang belum paham apa itu pesantren, siapa poro masyayikh, poro nyai yang telah mencurahkan keringat dan air mata mencerdaskan santri-santri bangsa,” ujarnya dengan nada tegas.

Meski demikian, ia mengajak para santri untuk tidak larut dalam amarah dan tetap berkontribusi positif bagi negeri. “Apapun yang menerpa santri, jangan berhenti berkarya. Hidup yang bermanfaat jauh lebih penting daripada sekadar berdiam diri,” pesan Ninik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *