JEMBER – Jumlah tenaga ahli Bahasa Madura, khususnya dalam ranah linguistik forensik dan penerjemahan kasus kebahasaan, ternyata masih minim.
Fakta ini terungkap dalam audiensi antara Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur dan Universitas Jember di Gedung Rektorat lantai 2 UNEJ pada Selasa 19 Agustus 2025 lalu.
“Kami tidak memiliki tenaga teknis yang dasar profesinya atau pendidikannya bahasa Madura. Nah, kadang kami mendapatkan kasus kebahasaan dari kepolisian, biasanya bahasa Madura. Kalau kami tidak memiliki kepakaran dalam bidang itu, biasanya kami mengambil dari perguruan tinggi. Ini nantinya bisa kita kolaborasikan bersama,” ujar Kepala Balai Bahasa Jawa Timur, Puji Retno Hardiningtyas.
Puji Retno berharap, audiensi ini menjadi jembatan merajut kerja sama strategis antara kedua belah pihak. Sebab, perguruan tinggi merupakan mitra strategis dalam mengembangkan ekosistem bahasa yang sehat, baik di ruang akademik maupun di tengah masyarakat.
Pertemuan ini tidak hanya berfokus pada kebutuhan mendesak akan ahli bahasa Madura, namun juga merupakan bagian integral dari empat program prioritas Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, yaitu peningkatan kecakapan literasi bahasa, permartabatan bahasa, perlindungan serta internasionalisasi bahasa Indonesia. Puji Retno menekankan pentingnya sinergi dengan perguruan tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Universitas Jember melalui Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), menyambut baik tawaran kerja sama ini, khususnya dalam bidang linguistik forensik dan revitalisasi bahasa daerah.
Dekan FIB Universitas Jember Prof. Nawiyanto menyatakan pihaknya memiliki tenaga ahli bahasa Madura. “Kami memiliki profesor yang ahli dalam bahasa Madura, kami juga sering sekali dimintai tolong terkait dengan linguistik forensik. Kami juga memiliki pakar bahasa Osing dan Tengger yang juga sering menjadi saksi ahli dalam kasus kekerasan verbal,” terangnya.
Melalui penjelasan Prof. Nawiyanto, hal tersebut tentunya menjadi potensi besar untuk kolaborasi dalam perlindungan dan revitalisasi bahasa daerah. Selain itu, Balai Bahasa juga membutuhkan pakar bahasa daerah, termasuk Madura, Osing, dan Jawa, untuk pengembangan Kamus Bahasa Daerah dan ensiklopedia sastra yang saat ini sedang disusun.
Selain penanganan masalah bahasa daerah, kolaborasi ini juga mencakup berbagai aspek kebahasaan lainnya. Beberapa program yang menjadi sorotan adalah Uji Kemahiran Bahasa Indonesia (UKBI), dan Program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA). Mengingat banyaknya dosen dan ahli bahasa Indonesia di FKIP dan FIB, Prof. Nawiyanto melihat BIPA sebagai peluang besar bagi alumni Universitas Jember untuk menjadi pengajar di luar sekolah.
Wakil Rektor 4 Bidang Perencanaan, Kerja Sama dan Sistem Informasi Universitas Jember, Prof. Bambang Kuswandi, juga menyambut baik inisiatif ini. “Kerja sama ini nantinya harus bisa berdampak yang positif. Jadi tidak hanya sekedar berhenti pada penandatanganan kesepakatan. Harus ada Perjanjian Kerja Sama (PKS) dan Implementation of Agreement (IA) supaya nanti tidak menjadi ‘sleeping MoU’ tanpa implementasi konkret,” katanya.