Deklarasikan Jawa Barat Istimewa, Dedi Mulyadi Janjikan Hadiah Rp10 Miliar per Desa

BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendeklarasikan Jawa Barat Istimewa. Sebuah deklarasi yang menyatakan kesiapan mewujudkan desa dan kelurahan yang tidak ada kematian ibu, bayi, ibu melahirkan, zero new stunting; desa dan kelurahan yang bebas kemiskinan ekstrem; desa dan kelurahan yang bebas sampah dan lingkungan lesatari; desa dan kelurahan yang bebas rentenir; serta desa dan kelurahan yang sukses dalam pembangunan Keluarga Berencana.

Deklarasi ini ditandatangani langsung oleh Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin; Menteri Sosial, Saifullah Yusuf dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Yandri Susanto, para kepala daerah, camat, lurah hingga kepala desa di Bandung, Jawa Barat, Senin (28/4/2025).

Gubernur Jawa Barat, H. Dedi Mulyadi, SH, MM, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Pemprov Jawa Barat akan memberikan bantuan kepada 150.000 masyarakat penerima jaringan listrik baru, di mana anak-anak mereka akan menerima beasiswa.

Pemprov Jawa Barat juga menyalurkan bantuan sosial bagi penduduk usia produktif, bantuan rumah. Semua itu akan didapatkan hanya dengan syarat penerima bantuan ber-KB, diutamakan ber-KB vasektomi/KB pria.

“Mengapa saya menuntut penerima bantuan ber-KB dan yang ber-KB yaitu laki-laki? Karena jangan membebani reproduksi hanya pada perempuan. Perempuan jangan menjadi orang yang menanggung beban dari reproduksi tapi harus laki-lakinya. Kenapa? karena perempuan sering mengalami masalah,” katanya.

Dia mencontoh minum pil KB sering lupa. Jika lupa, maka perempuan akan hamil dan terus jumlah penduduk semakin bertambah. “Maka, saat ini kami menekan yang ber-KB adalah pria,” tegasnya.

Dia menambahkan untuk mewujudkan Jawa Barat Istimewa sangat penting mengintegrasikan berbagai program di desa. “Harus terintegrasi, desa yang berhasil dalam KB, pendidikan, penanganan kesehatan warga, berkurangnya angka kematian ibu dan anak, pengelolaan sampah dengan baik, maka kami akan memberikan hadiah stimulus pembangunan sebesar Rp10 miliar per desa,” ujarnya.

Deklarasi Jawa Barat Istimewa dihadiri oleh kementerian strategis yang mempunyai urusan dengan desa. Paparan yang disampaikan oleh para menteri tersebut banyak menawarkan program yang mendukung kesejahteraan masyarakat Jawa Barat. Menteri Kesehatan dengan “Cek Kesehatan Gratis”; Menteri Sosial dengan “Program Keluarga Harapan (PKH)”, bantuan sosial tunai, bantuan pangan non tunai, Program Indonesia Pintar; Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dengan “12 Rencana Aksi” dan masih banyak program yang sangat berkaitan erat dengan masyarakat.

Dalam kesempatan ini Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN Wihaji sangat mendukung deklarasi Jawa Barat Istimewa. Dalam paparannya ia mengatakan perlu sinergi dan kolaborasi lintas sektor untuk mencapainya.

“Peran Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN dalam menekan pengendalian penduduk hanya melalui metode kontrasepsi. Karena itu, pengendalian penduduk membutuhkan sinergi dan kolaborasi antar kementerian dan lembaga di pusat hingga desa,” ujarnya.

Kemudian ia juga memaparkan tentang program Quick Wins yang digerakkan Kemendukbangga dan sangat berkaitan dengan desa, dilaksanakan melalui integrasi substansi program, sinergitas dan kolaborasi, yang digerakkan di level lini lapangan. Kata menteri, ‘goal’nya ada di Kampung KB (Keluarga Bangga).

Quick Wins Kemendukbangga terdiri atas Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting), Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya), Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), AI-SuperApps tentang Keluarga, dan Lansia Berdaya (Sidaya).

“Program yang ditawarkan oleh Kemendukbangga ini sangat bermanfaat bagi masyarakat dan berkaitan dengan Asta Cita keenam, yaitu membangun dari desa dan membangun dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan,” ujar menteri Wihaji.

Ketika menyinggung Angka Kelahiran Total (TFR), menteri Wihaji mengatakan 15 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2024 sudah mencapai angka 2.03. Ini berarti sudah berada di bawah angka ‘replacement level’. Berarti pula, Jawa Barat sudah harus bergerak untuk melakukan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia secara optimal. “Sehingga kondisi jumlah anggota keluarga yang sudah baik ini akan sejalan dengan kulitasnya,” ujarnya.

Hal itu, lanjut Menteri Wihaji berkaitan erat dengan Asta Cita keempat, yang intinya Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kesetaraan Gender, sebagai salah satu landasan untuk mencapai visi “Bersama Menuju Indonesia Emas 2045”.

Selain itu, Menteri Wihaji juga menyampaikan hal ihwal tentang bonus demografi yang memiliki dua jenis. Bonus demografi pertama disebabkan oleh perubahan struktur penduduk yang kemudian memberikan keuntungan yang diperoleh dari peningkatan pendapatan per kapita karena meningkatnya jumlah angkatan kerja serta menurunnya konsumsi sebagai akibat dari menurunnya jumlah penduduk usia anak dan rendahnya jumlah penduduk lanjut usia.

Kedua, bonus demografi kedua lebih menekankan pada peningkatan akumulasi aset karena meningkatnya angka harapan hidup yang diasumsikan akan mendorong penduduk usia produktif untuk menabung untuk pembiayaan hari tua.

“Skenario proyeksi berdasarkan Sensus Penduduk 2010 dengan TFR 2.1 pada tahun 2025 menghasilkan fase periode bonus demografi yang lebih panjang dibandingkan dengan hasil proyeksi berdasarkan SUPAS 2015, di mana “Window of Opportunity” diraih lebih cepat tetapi periodenya lebih pendek meskipun rasio ketergantungannya lebih menguntungkan,” jelas Menteri Wihaji yang juga menegaskan bahwa pentingnya Grand Desain Pembangunan Kependudukan (GDPK) dalam kerangka optimalisasi bonus demografi.

Menteri Wihaji juga mengajak camat, lurah, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota di Jawa Barat untuk bersinergi dan berkolaborasi. “Seluruh program tidak dapat berjalan dengan baik tanpa dukungan seluruh pihak. Dengan sinergi dan kolaborasi lintas sektor pusat sampai dengan desa, maka semuanya dapat terintegrasi dan berjalan untuk mendukung tercapainya Indonesia emas 2045,” pungkasnya.

Sementara Menteri Sosial Republik Indonesia Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menegaskan bahwa pengentasan kemiskinan harus dilakukan dengan langkah cepat, terarah, dan berbasis data akurat. Dalam kesempatan ini Gus Ipul mengungkapkan pentingnya penggunaan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) untuk menyalurkan bantuan sosial secara tepat sasaran dan efektif.

“Kerja keroyokan harus dimulai dengan data yang akurat. Presiden Prabowo telah menerbitkan Inpres Nomor 4 Tahun 2025 tentang DTSEN, yang mengonsolidasikan seluruh data sosial-ekonomi nasional dalam satu sistem di bawah BPS,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa DTSEN kini menjadi rujukan tunggal bagi kementerian, pemerintah daerah, serta desa dan kelurahan dalam merancang program kesejahteraan sosial.

Gus Ipul juga memperkenalkan Sekolah Rakyat sebagai solusi untuk memutus mata rantai kemiskinan jangka panjang, mengingat tingginya angka anak-anak dari keluarga miskin yang berisiko tetap miskin tanpa pendidikan yang memadai.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menanggapi pernyataan Mensos Gus Ipul dengan menekankan pentingnya eksekusi yang cepat dan terkoordinasi dalam implementasi program bantuan sosial di daerah. “Harus ada solusi dan eksekusi. Jangan pakai lama, harus hari ini,” ujarnya.

Dia menyarankan agar pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dan berbagai program bantuan lainnya melakukan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan produktivitas, seperti mengelola sampah dan ikut berpartisipasi dalam kebersihan lingkungan.

Dedi Mulyadi juga menekankan pentingnya kerja sama dengan perangkat desa, seperti RT dan RW, untuk memastikan bahwa penerima bantuan sosial tidak menjadi malas dan terus berkembang menjadi masyarakat yang produktif. Ia menggarisbawahi pentingnya ketahanan pangan dengan pendekatan terarah dan menghindari penyalahgunaan dana bantuan seperti yang terjadi pada beberapa program ketahanan pangan sebelumnya.

“Pemimpin harus menjadi contoh yang mengayomi, bukan yang stres. Masyarakat butuh pemimpin yang fokus dan mengurus lingkungannya dengan penuh tanggung jawab,” kata Dedi. Ia juga berharap agar kepala desa dan perangkat desa lainnya segera memperbaiki sistem yang ada, agar program-program sosial dapat berjalan dengan baik dan mendukung kesejahteraan rakyat.

Sebagai bagian dari upaya memperbaiki alokasi dana bantuan dan memperkuat perekonomian lokal, Dedi Mulyadi menyarankan agar bantuan dana desa disesuaikan dengan kebutuhan riil di lapangan. Termasuk pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan lingkungan yang lebih tahan lama. Ia juga menekankan perlunya evaluasi terhadap penerima bantuan yang tidak menunjukkan upaya untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *