JAKARTA – Pemerintah Arab Saudi berencana membatasi usia jamaah haji. Hal ini tentu akan sangat merugikan calon jamaah haji lansia asal Indonesia yang telah mengantre bertahun-tahun lamanya.
Untuk itu, pemerintah Indonesia terus berupaya melakukan diplomasi agar aturan ini tak diterapkan. Menteri Agama Nasaruddin Umar bahkan telah menyampaikan keberatannya ke pemerintah Arab Saudi. Dia menekankan bahwa kriteria utama dalam menentukan kelayakan jamaah haji seharusnya berdasarkan kesehatan, bukan usia.
“Kami minta supaya kriteria yang dijadikan pokok nanti bisa haji itu adalah istitha’ah dari segi kesehatan, bukan dari segi umur,” ujarnya melalui siaran pers, Kamis (10/4/2025).
Nasaruddin menambahkan bahwa banyak jamaah haji Indonesia yang berusia lanjut namun masih memiliki kondisi fisik yang prima dan mampu menjalankan ibadah haji dengan baik. Oleh karena itu, dia berharap pemerintah Arab Saudi mempertimbangkan kembali rencana pembatasan usia tersebut dan memberikan waktu bagi Indonesia untuk melakukan sosialisasi jika ada perubahan aturan.
Selain memperjuangkan agar kebijakan pembatasan usia batal diterapkan, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama juga berhasil melobi kerajaan Arab Saudi agar tak menempatkan jamaah haji lansia di Mina Jadid selama pelaksanaan ibadah haji.
Mina Jadid merupakan area perluasan dari Mina yang selama ini digunakan untuk menampung kelebihan kapasitas jamaah. Namun, lokasi ini dianggap kurang ideal karena jaraknya yang lebih jauh dari lokasi utama pelaksanaan ibadah haji. “Kami minta supaya jemaah haji Indonesia itu menempati tempat di Mina, yang bukan Mina Jadid,” ujar Nasaruddin Umar.
Keberhasilan ini merupakan hasil dari diplomasi intensif antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi. Dengan tidak lagi ditempatkannya jamaah Indonesia di Mina Jadid, diharapkan kenyamanan dan kemudahan akses bagi jamaah, terutama lansia, dapat lebih terjamin.
Menyadari tingginya jumlah jamaah lansia, Menteri Agama juga mengajukan permohonan kepada pemerintah Arab Saudi untuk menambah kuota petugas haji Indonesia. Permohonan ini bertujuan untuk memastikan pelayanan optimal bagi jamaah, terutama mereka yang membutuhkan perhatian khusus.
“Kami memohon agar pendampingan atau petugas haji kami ditambah. Bukan hanya 2.000, tetapi dijadikan 4.000, sama seperti tahun lalu,” kata Nasaruddin Umar.
Penambahan kuota petugas haji ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan memastikan bahwa jamaah haji Indonesia, khususnya lansia, mendapatkan pendampingan yang memadai selama menjalankan ibadah haji.
Dalam rangka meningkatkan keselamatan dan kenyamanan jamaah, pemerintah Indonesia juga menerapkan skema murur saat mabit di Muzdalifah. Skema ini diterapkan mengingat potensi kepadatan yang tinggi di area Muzdalifah, sehingga jamaah akan melintas tanpa turun dari kendaraan dan langsung menuju Mina.
“Skema murur ini menjadi ijtihad dan ikhtiar bersama dalam menjaga keselamatan jiwa jamaah haji Indonesia,” jelas Direktur Layanan Haji Luar Negeri, Dr. H. Muchlis Muhammad Hanafi, Lc., M.A..
Skema ini diprioritaskan bagi jamaah dengan risiko tinggi, lansia, disabilitas, serta para pendampingnya, guna memastikan mereka dapat menjalankan rangkaian ibadah haji dengan aman dan nyaman.