JEMBER – Potensi gempa besar dan tsunami di selatan Jawa bukan sekadar isapan jempol semata, tapi berdasarkan kajian ilmiah. Lantaran itu, BMKG mengingatkan semua pihak bersiap mengantisipasi kemungkinan terburuk.
Hal itu disampaikan Kepala Pusat Seismologi Teknik BMKG Pusat Rakhmat saat mengunjungi wilayah terdampak gempa Jember di Desa Ambulu, Dusun Krajan, Kecamatan Ambulu, dan pantai Watu Ulo bersama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Sabtu (18/12/2021).
“Skenario terburuk ada di Selatan Jawa dengan skala VI VII MMI. Potensi kerusakan luar biasa dan bisa menimbulkan tsunami sampai 29 meter. Kerusakan juga berdampak ke 200-250 km dari bibir pantai. Sumber gempa sudah ada di sana dengan magnitudo 7.0, termasuk di daratan juga ada. Jadi kita sudah harus bersiap dari sekarang,” ujarnya.
Rakhmat mengungkapkan skenario terburuk di atas berdasarkan catatan BMKG selama kurun waktu lima tahun terakhir tentang aktivitas kegempaan di wilayah Jawa Timur yang mengalami peningkatan.
Berdasarkan catatan BMKG, sepanjang 2013-2015, jumlah gempa bumi di Jawa Timur dengan beragam magnitudo terjadi kurang dari 230 kali per tahun. Akan tetapi pada 2016 hingga 2020, jumlah gempa bumi dengan beragam magnitudo meningkat menjadi lebih dari 450 kali setahun, dengan frekuensi tertinggi 655 kali yaitu pada 2016.
Sadar dengan potensi bencana ini Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengajak pemerintah kabupaten/kota di sepanjang selatan Jawa Timur memperkuat mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami.
“Kepada kepala daerah mohon untuk segera melakukan audit kelayakan konstruksi bangunan dan infrastruktur, penyiapan jalur dan sarana prasarana evakuasi yang layak dan memadai,” kata Khofifah.
Ajakan ini bukan tanpa dasar, mengingat dampak gempa Jember berkekuatan 5,1 SR pada Kamis (16/12) pagi, cukup besar. Berdasarkan data BPBD Jember, 46 unit rumah mengalami kerusakan. 34 unit mengalami rusak ringan, 11 unit mengalami rusak sedang, dan 1 unit mengalami rusak berat. Sementara, 5 unit fasilitas umum berupa 4 sekolah dan 1 gedung juga terdampak gempa. Dalam peristiwa ini 6 warga juga mengalami luka-luka.
Padahal, kata Rakhmat, sebenarnya gempa berkekuatan 5,1 SR itu tidak berpotensi menimbulkan tsunami maupun kerusakan parah. Hanya saja, permasalahan ada pada struktur bangunan warga yang tidak kuat.
“Jadi ini ada yang salah kalau sampai ada kerusakan seperti ini. Nah, ini biasanya ada pada konstruksi warga yang tidak kokoh dan kuat. Ini yang seharusnya diperbaiki,” ujarnya.
Rakhmat menambahkan, pemerintah berperan penting dalam menanggulangi hal-hal seperti ini. Ia berpendapat, harus ada kebijakan ketat terkait pembangunan suatu bangunan.
“Ini tugas kita bersama. Pemerintah harus ketat dalam memberikan izin untuk bangunan. Pengecekan konstruksi harus ketat pula. Jadi struktur bangunan harus dibuat siap untuk skenario terburuk,” tuturnya.
Menurut Khofifah, penguatan dalam hal mitigasi harus dilakukan untuk meminimalisir dampak yang terjadi jika sewaktu-waktu gempa bumi dan tsunami menghantam selatan Jatim.
Pemerintah daerah, menurut Khofifah, harus segera membuat rencana aksi dengan berbagai skenario, dari yang ringan hingga antisipasi terburuk. Rencana aksi tersebut harus juga mencakup jalur evakuasi, proses evakuasi dan pola penanganan pengungsi jika bencana terjadi.
Selain mitigasi, lanjut Khofifah, perlu juga penguatan dalam hal literasi bencana masyarakat. Dengan begitu masyarakat tidak gagap dan bingung serta tahu harus berbuat apa saat bencana terjadi.
“Masyarakat ini harus mengerti kalau memang suatu daerah berpotensi untuk tsunami, gempa sebenarnya sudah menjadi early warning system. Maka sosialisasi tentang mitigasi bencana harus ditingkatkan karena masyarakat harus bisa melakukan evakuasi mandiri,” ujarnya.
“Karena gak akan nutut, kalau mengikuti ritme dan menunggu relawan datang. Sebab, kemungkinan jarak dari gempa ke tsunami biasanya hanya 20 menit saja.”
Dalam kunjungannya ke Dusun Krajan, Desa Ambulu, Kec. Ambulu, Khofifah menyempatkan berbincang dengan warga yang rumahnya mengalami kerusakan. Salah satunya yaitu Sairi di mana sebagian rumahnya ambruk dengan atap yang hancur.
“Pripun Bapak – Ibu ? Mugi-mugi sehat semua nggih. Sabar nggih Bapak/Ibu, Insya Allah kami bersama-sama Pak Bupati mencari solusi untuk panjenengan semua,” kata Khofifah.
Dalam kesempatan tersebut, mantan Menteri Sosial RI itu memastikan bahwa perbaikan rumah dan fasilitas umum yang terdampak gempa akan dilakukan sesegera mungkin. Untuk data total perbaikan pada rumah rusak berat, rusak sedang akan dikoordinasikan lebih lanjut untuk dapat dicover BNPB, ataupun bisa dari BPBD kabupaten dan BPBD provinsi.
“Perbaikan as soon as possible ada tingkat urgensi terutama untuk warga yang kondisi rumahnya mengkhawatirkan jikalau ada gempa susulan atau ada angin khawatir genteng jatuh,” ujarnya.
Khofifah juga memberikan bantuan pada Kabupaten Jember untuk mereka yang terdampak. Bantuan penanganan gempa bumi untuk Kab. Jember tersebut berupa dana sebesar Rp500 juta. Ada pula bantuan berupa 40 selimut, 200 paket sembako, 10 lembar terpal, 30 dus mie instan, 30 dus air mineral, dan 25 paket sandang.