SURABAYA – Ratusan pedagang bir di wilayah Surabaya dan Sidoarjo yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pedagang Minuman Beralkohol seluruh Indonesia (FKPMBSI) menandatangani komitmen membantu pemerintah dan kepolisian dalam memerangi peredaran oplosan yang telah mengancam masa depan generasi muda dan telah merenggut nyawa ratusan korban jiwa.
“Kami siap membantu pemerintah dan kepolisian untuk melindungi generasi muda dari bahaya oplosan. Tidak hanya telah merenggut nyawa, oplosan yang mengandung racun berbahaya bagi otak dan tubuh juga menjadi penyebab kasus-kasus kejahatan dan kriminalitas di Surabaya dan Sidoarjo, “ kata Ketua (FKPMBSI) wilayah Surabaya dan Sidoarjo, Heri Dwi usai pertemuan pedagang di Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) Jatim di Surabaya, Rabu (27/09).
Heri mengatakan meskipun telah berulangkali pihak kepolisian melakukan razia, namun peredaran oplosan di Surabaya dan Sidoarjo masih cukup tinggi. Hal ini dikarenakan bahan baku oplosan masih mudah didapatkan di apotik dan toko bahan kimia.
“Anak-anak muda kan sekarang pintar-pintar. Mereka banyak mencari bahan-bahan untuk mengoplos di internet. Kalau dahulu mereka mabuk dengan dengan menghirup lem hingga menenggak obat batuk tetapi belakangan muncul tren mabuk dengan menggunakan pembalut wanita dan popok bayi, “ katanya.
Menurut pengakuan siswa salah satu siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Sidoarjo, kata Sunarto, mabuk dengan cara merebus pembalut wanita yang ditetesin bensin atau alkohol medis ini lebih murah biayanya dibandingkan harus membeli cukrik atau arak.
“Jangan sampai karena konsumsi oplosan dan bahan berbahaya yang menyebabkan mabuk dan kematian justru pedagang bir yang disalahkan dan menjadi kambing hitam. Padahal kami tidak pernah melayani pembeli dibawah umur atau masih bersekolah, “ katanya.
Heri mengatakan pelarangan menjual bir di tingkat eceran justru akan mematikan pendapatan pedagang kecil. Sementara praktik mengoplos bahan beracun untuk mabuk tidak akan pernah akan tuntas.
“Para pedagang inginnya mencari nafkah dengan tertib. Jika aturannya memang berkendara di jalan raya wajib memakai helm, ya kami tidak akan memakai topi pas naik motor. Kami ini sangat suka diatur kok diatur,” katanya.
Agustinus, salah satu pedagang yang sudah puluhan tahun menjual bir mengatakan pihaknya mendukung penuh upaya fraksi di DPR RI yang mengusulkan regulasi di tingkat pusat untuk mengatur minuman beralkohol karena banyaknya sejumlah aturan di daerah yang tumpang tindih.
“Aturan yang tidak jelas dan berbeda satu dengan yang lain membuka praktik pemerasan dengan dalih pengamanan, termasuk untuk kepentingan politik daerah sesaat, “ katanya.