Tiga Mahkota Pahlawan dari Rahim Tebuireng: Kisah Abadi Kakek, Anak, dan Cucu dalam Merajut Negara

JOMBANG : Sejarah Indonesia mencatat Pesantren Tebuireng, Jombang, bukan sekadar pusat pendidikan, melainkan benteng pertahanan ideologi dan sumber mata air para pemimpin bangsa. Keistimewaan Tebuireng terukir dalam anugerah tiga gelar Pahlawan Nasional yang lahir dari silsilah keluarga yang sama: Kakek, Anak, dan Cucu.

Mereka adalah K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri Tebuireng; K.H. Abdul Wahid Hasyim, sang putra; dan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), cucu dan Presiden ke-4 RI. Ketiganya mewakili tiga fase krusial dalam sejarah Indonesia: Revolusi, Konsolidasi Negara, dan Reformasi.

1. Kakek: K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari (Sang Pendiri & Resolusi Jihad)

Sebagai patriot dan Pahlawan Nasional pertama (ditetapkan 1964), Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari adalah sosok yang menyatukan jihad agama dengan jihad kebangsaan. Beliau mendirikan Tebuireng (1899) dan Nahdlatul Ulama (1926). Melalui Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, beliau mengeluarkan fatwa wajib bagi umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan, yang menjadi pemicu utama Peristiwa 10 November 1945. K.H. Hasyim Asy’ari mewariskan semangat bahwa Cinta Tanah Air adalah bagian dari Iman.

2. Anak: K.H. Abdul Wahid Hasyim (Sang Perumus & Menteri Pertama)

Putra beliau, K.H. Abdul Wahid Hasyim (ditetapkan Pahlawan Nasional 1964), adalah arsitek konstitusi. Sebagai anggota termuda dalam BPUPKI dan PPKI, beliau mengambil langkah strategis dengan menyetujui penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta demi terwujudnya Pancasila dan persatuan bangsa. Beliau juga menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia yang pertama. Kiai Wahid Hasyim adalah simbol kecerdasan politik pesantren dan pengorbanan untuk keutuhan NKRI.

3. Cucu: K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) (Sang Pluralis & Bapak Demokrasi)

Garis perjuangan ini mencapai puncaknya pada sosok K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (ditetapkan Pahlawan Nasional 2014), putra K.H. Wahid Hasyim. Gus Dur dikenal sebagai Bapak Pluralisme dan konsisten membela kaum minoritas. Sebagai Presiden Republik Indonesia ke-4, beliau menanamkan nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan kesetaraan dalam praktik bernegara.

Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Gus Dur pada tahun 2014 menjadi penutup manis bagi silsilah perjuangan keluarga ini.

“Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Gus Dur ini menambah daftar panjang penerima anugerah Pahlawan Nasional dari Kabupaten Jombang,” ujar Gus Variz Muhamad Mirza, kerabat dekat Gus Dur.

Gus Variz menambahkan bahwa gelar ini mengukuhkan Tebuireng sebagai tempat lahirnya para pejuang utama kemerdekaan dan pemimpin negara. “Di Pesantren Tebuireng sendiri sebelumnya sudah ada KH Wahid Hasyim dan KH Hasyim Asy’ari yang sudah ditetapkan jadi Pahlawan Nasional. Keduanya merupakan ayahanda dan kakek dari Presiden RI KH Abdurrahman Wahid. Selain itu ada makam KH Wahab Chasbullah di Tambakberas yang juga menyandang gelar Pahlawan Nasional,” jelasnya.

Kisah Kakek, Anak, dan Cucu dari Tebuireng ini melampaui gelar formal. Ini adalah narasi tentang kesinambungan perjuangan yang menghubungkan tiga abad: dari melawan penjajah kolonial, merumuskan dasar negara, hingga mengawal nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi di era modern.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *