SURABAYA – Jura namanya, ia adalah lelaki asal dari Plumbon, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pria berusia 30 tahun itu merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara.
Kedua orangtuanya memberikan nama Jura bukan tanpa sebab. Melainkan sebagai singkatan dari hari lahir yang dianggap penuh dengan berkah, yakni Jumat Ramadhan yang jatuh pada tanggal 27 Maret 1992 tepat dimana Jura dilahirkan.
Kurang lebih tujuh tahun yang lalu, Jura menjalani kehidupan dengan kondisi normal bersama istri dan anaknya. Sampai suatu ketika, Jura mengalami sakit glaukoma yang mengakibatkan kebutaan.
Awalnya Jura hanya mengalami penurunan penglihatan pada mata kirinya, namun hal tersebut diabaikannya karena Jura mengira hanya gangguan mata biasa. Namun pada tahun 2015 saat adzan Magrib berkumandang, secara tiba-tiba penglihatannya menjadi semakin kabur dan gelap. Jura masih berpikir jika kondisinya saat itu karena hari semakin malam dan kemungkinan listrik padam.
Namun dugaannya tidak tepat, ternyata Jura mengalami kebutaan akibat glaukoma. Dengan kondisi seperti itu, Jura sempat putus asa dan kehilangan arah apalagi istrinya memutuskan untuk berpisah dengannya.
Di tengah patah semangatnya Jura menemukan komunitas yang mengembalikan semangat hidupnya lagi. Yakni Komunitas Tunanetra Cirebon, perkumpulan yang membuat Jura tersadar dari keterpurukannya. Komunitas tersebut merupakan salah satu naungan Laznas PPPA Daarul Quran Cirebon.
“Di sini saya bisa bersosialisasi, belajar banyak hal dan berkumpul dengan orang-orang yang baik,” ujar Jura melalui siaran pers.
Pada tahun 2019 lalu, Jura bergabung menjadi anggota Komunitas Tunanetra Cirebon yang rutin mengikuti perkumpulannya setiap Jum’at. Di komunitas itulah Jura mulai kembali menerima keadaan, dan mempelajari ilmu baru bersama teman-temannya. Setelah bisa membaca Qur’an braile, kini Jura tengah belajar untuk menghafalkan Al-Qur’an.
“Belajar menghafal Qur’an sedikit demi sedikit, Alhamdulillah di komunitas ini saya diajari cara membaca Qur’an braile dan mulai menghafal juga,” tutur Jura.