Pemilu  

KIPP Sumenep Mulai Lakukan Pemantauan Pemilu 2024, Sejumlah Poin Jadi Catatan

SUMENEP: Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, mulai melakukan pemantauan serta penguatan kerja sama dengan seluruh pihak untuk menghadapi penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024.

Ketua KIPP Sumenep, Zamrud Khan mengatakan, pada Pemilu 2024 yang paling dipentingkan itu adalah kesepakatan seluruh stakeholder untuk mencegah hal-hal yang menimbulkan konflik di tingkat masyarakat, baik berupa pernyataan, sikap maupun perilaku.

Terkait pengawasan itu, kata dia, terdapat beberapa poin. Pertama, dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), partai tentu mempersiapkan pendaftaran para calon. Di sana akan berpotensi terjadi saling tarik menarik calon-calon potensial yang bisa jadi akan menimbulkan masalah.

“Pada tahapan ini, dukungan-dukungan dari kelompok yang menjadi suporter akan mulai bermunculan, baik untuk Caleg, calon bupati maupun Calon Presiden (Capres),” katanya kepada sejumlah media.

Zamrud mengakui, pada tahapan tersebut juga mulai bermunculan konflik dalam Pemilu legislatif dan eksekutif yang akan membuat masyarakat terbelah. Untuk itu, pihaknya akan banyak berkomunikasi dengan pemerintah daerah, TNI maupun Polri untuk mengambil tindakan preventif untuk menjaga tidak munculnya konflik.

“Peran pemerintah sangat diperlukan. Maka harus ada program pemerintah dan kita pun akan mendesak pemerintah untuk membuat program-program tersebut yang bisa mencegah terjadinya konflik sosial,” jelasnya.

Poin kedua, KIPP Sumenep akan mendesak pemerintah untuk mengeluarkan program untuk pencegahan konflik, mulai bersifat sara, keagamaan dan lain sebagainya.

“Nah, tentu pengawasan itu tidak hanya di tingkat pemerintah, di tingkat penyelenggara pun harus memunculkan aktivitas yang mengarah kepada proses keberlangsungan Pemilu secara damai,” tegasnya.

Poin ketiga, dalam Pemilu 2024, juga perlu dipantau soal apa yang menjadi program atau visi misi para calon, baik pasangan calon presiden maupun dari partai politik yang menjadi peserta Pemilu terkait dengan materi kampanye yang mestinya mengedepankan kepentingan masyarakat di tingkat lokal.

“Materi kampanye menjadi sesuatu yang perlu kita pantau. Kita harapkan KPU juga mensosialisasikan ini kepada peserta Pemilu, bahwa materi kampanye itu diberikan tidak hanya tema besarnya saja, tetapi bagaimana materinya itu benar-benar realistis dan dibutuhkan oleh masyarakat,” jelasnya.

Poin keempat, KIPP akan memfokuskan pemantauan kepada sejauh mana partai politik atau peserta Pemilu memberikan pendidikan politik yang mencerdaskan masyarakat dengan program-program yang mereka buat.

“Termasuk penyelenggara, sejauh mana mereka memberikan nuansa politik yang bisa menjangkau masyarakat lapisan terbawah. Jadi tidak lagi hanya lapisan elit saja. Hal ini harus dipikirkan oleh penyelenggara dan dilakukan secara masif dan terorganisir dengan baik,” bebernya.

Poin kelima yakni soal penanganan pelanggaran Pemilu 2024 yang berpotensi mengalami peningkatan. Penanganan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ataupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menjadi pantauan bagi KIPP sendiri.

“Apakah Bawaslu masih bersikap seperti pemadam kebakaran yang hanya menerima laporan kasus. Tetapi ikhtiar-ikhtiar untuk pencegahan itu dilakukan dengan maksimal atau tidak oleh Bawaslu atau KPU,” jelasnya.

Poin keenam, KIPP Sumenep akan memantau soal rekrutmen penyelenggara badan adhoc seperti PPK, Panwascam dan sebagainya. Dari pantauan sementara, kepentingan dari peserta Pemilu akan lebih menguat pada Pemilu 2024 nantinya dan itu akan ditularkan kepada para calon penyelenggara.

“Jika itu terjadi, tentu masalah kemandirian dan independensi penyelenggara akan menjadi masalah. Makanya proses rekrutmen KPU provinsi, kabupaten, kota dan seterusnya akan menjadi prioritas pemantauan kita,” jelasnya.

Terkait pengawasan tersebut, KIPP beberapa hari belakangan sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten kota. Koordinasi ini sehubungan dengan potensi kerawanan yang diperkirakan akan muncul di tingkat masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

“Nah, koordinasi-koordinasi itu kita lakukan untuk menunjukkan kesepahaman, cara pandang dan cara berpikir menatap Pemilu. Kemudian juga untuk menyamakan persepsi,” tegasnya.

Zamrud menambahkan, koordinasi itu dilakukan karena ada peran-peran yang tidak dimiliki pemantau dan itu hanya bisa dilakukan oleh kepolisian atau pemerintah daerah.

“Umpamanya seperti pendidikan politik yang menjurus kepada bagaimana Pemilu dilaksanakan secara damai tetapi tetap demokratis dan berkeadilan,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *